HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA DALAM LINGKUP TRIAS POLITIKA PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG DASAR 1945


Daftar Isi i
BAB I PENDAHULUAN ii
BAB II PEMBAHASAN
Uraian definisi lembaga negara 1
Hubunganga antar lembaga negara perspektif UUD 2
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 9

BAB I
PENDAHULUAN

Lembaga negara bukan konsep yang secara terminologis memiliki istilah tunggal atau seragam. Di dalam kepustakaan Inggris, untuk menyebut lembaga negara di gunakan istilah Political instruction, sedangkan dalam terminologi bahasa Belanda terdapat istilah staat organen. Sementara itu, bahasa Indonesia menggunakan lembaga negara atau organ negara.
Untuk memahami pengertian lembaga atau organ negara secara lebih dalam, kita dapat mendekatinya dari pandangan Hans Kelsen mengenai the concept of the State Organ dalam bukunya General Theory of Law and State. Hans Kelsen menguraikan bahwa “Whoever fulfills a function determined by the legal order is an organ”, artinya siapa saja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu tata hukum (legal order) adalah suatu organ.
Menurut Kelsen, parlemen yang menetapkan undang-undang dan warga negara yang memilih para wakilnya melalui pemilihan umum sama-sama merupakan organ negara dalam arti luas. Demikian pula hakim yang mengadili dan menghukum penjahat dan terpidana yang menjalankan hukuman tersebut di lembaga pemasyarakatan adalah juga merupakan organ negara. Pendek kata dalam pengertian yang luas ini organ negara itu identik dengan individu yang menjalankan fungsi atau jabatan tertentu dalam konteks kegiatan bernegara. Inilah yang disebut sebagai jabatan publik atau jabatan umum (public offices) dan pejabat publik atau pejabat umum (public officials).
Di samping pengertian luas itu, Hans Kelsen juga menguraikan adanya pengertian organ negara dalam arti yang sempit, yaitu pengertian organ dalam arti materiil. Individu dikatakan organ negara hanya apabila ia secara pribadi memiliki kedudukan hukum yang tertentu (...he personally has a specific legal position). Suatu transaksi hukum perdata, misalnya, kontrak, adalah merupakan tindakan atau perbuatan yang menciptakan hukum seperti halnya suatu putusan pengadilan. 
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebelum perubahan terdapat enam lembaga tinggi/tertinggi negara, yaitu MPR sebagai lembaga tertinggi negara; serta DPR, Presiden, MA, BPK, dan DPA sebagai lembaga tinggi negara. Namun setelah mengalami perubahan UUD 1945 (Amandemen) dinyatakan bahwa lembaga negara teridri atas MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, MK, dan KY tanpa mengenal istilah lembaga tinggi atau tertinggi negara. 
Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Dalam UUD Tahun 1945, lembaga-lembaga yang dimaksud, ada yang namanya disebut secara eksplisit dan ada pula hanya fungsinya yang disebutkan eksplisit. Menurut Jimly Asshiddiqie,15 lembaga-lembaga tersebut dapat dibedakan dari dua segi, yaitu segi fungsi dan segi hierarkinya. Untuk itu ada dua kriteria yang dapat dipakai, yaitu (i) kriteria hierarki bentuk sumber normatif ysng menetukan kewenangannya, dan (ii) kualitas fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan negara. 

BAB II
PEMBAHASAN
 Definisi lembaga negara
Konsepsi tentang lembaga negara dalam bahasa Belanda biasa disebut staatsorgaan. Dalam bahasa Indonesia hal itu identik dengan lembaga negara, badan negara, atau disebut dengan organ negara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , kata “lembaga” diartikan sebagai : (i) asal mula atau bakal (yang akan menjadi sesuatu); (ii) bentuk asli (rupa, wujud); (iii) acuan, ikatan; (iv) badan atau organisasi yang bertujuan melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha; dan (v) pola perilaku yang mapan yang terdiri atas interaksi sosial yang berstruktur. 
penyusunan UUD 1945 sebelum perubahan, cenderung konsisten menggunakan istilah badan negara, bukan lembaga negara atau organ negara. Sedangkan UUD Tahun 1945 setelah perubahan keempat (tahun 2002), melanjutkan kebiasaan MPR sebelum masa reformasi dengan tidak konsisten menggunakan peristilahan lembaga negara, organ negara, dan badan negara.
  Bentuk-bentuk lembaga negara dan pemerintahan baik pada tingkat pusat maupun daerah, pada perkembangan dewasa ini berkembang sangat pesat, sehingga doktrin trias politica yang biasa dinisbatkan dengan tokoh Montesquieu yang mengandaikan bahwa tiga fungsi kekuasaan negara selalu harus tercermin di dalam tiga jenis lembaga negara, sering terlihat tidak relevan lagi untuk dijadikan rujukan. 
Menurut Jilmy Asshidiqie, selain lembaga-lembaga negara yang secara eksplisit disebut dalam UUD 1945, ada pula lembaga-lembaga negara yang memliki constitutional importance yang sama dengan lembaga negara yang disebutkan dalam UUD 1945, meskipun keberadaannya hanya diatur dengan atau dalam Undang-Undang. Baik yang diatur dalam UUD maupun yang hanya diatur dengan atau dalam Undang-Undang asalkan sama-sama memiliki constitusional importance dapat dikategorikan sebagai lembaga negara yang memiliki derajat konstitusional yang serupa, tetapi tidak dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara.  Hierarki atau ranking kedudukannya tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. 

 Hubungan antar lembaga negara perspektif UUD
Banyak warga negara Indonesia tidak mengerti betapa pentingnya kedudukan diparlemen demi menentukan arah bangsa kita berlayar mengitari roda waktu yang telah bersikukuh sesuai cita-cita bangsa ini untuk memberi keamanan, kesejahteraan, keadilan, dan menjamin regenerasi masa depan supaya menjadi baik, lebih baik, dan sangat baik sesuai tuntutan zaman yang berlaku. Berikut hubungan lembaga antar negara perspektif UUD 1945 yang kita kenal dengan trias politica (legislative, yudikatif, eksekutif) :
 Hubungan Presiden dengan MK
 UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.”
 UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
 UU no 48 tahun 2009 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, “Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden.”
 Berdasarkan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), MK mempunyai lima kewenangan. Yakni, menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu (baik di tingkat nasional maupun pemilihan umum kepala daerah) dan memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden (impeachment).

 Hubungan Presiden dengan MA
 Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
 Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970) termasuk Presiden.
 UUD 1945 pasal 24A ayat 3 yang berbunyi, “Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.”
 Hubungan DPR dengan Presiden
 UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
 UUD 1945 pasal 5 ayat 1 yang berbunyi, “Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”
 UUD 1945 pasal 7C yang berbunyi, “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.”
 UUD 1945 pasal 11 ayat 1 yang berbunyi, “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

 Hubungan BPK dengan DPR
 UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.”
 UUD 1945 pasal 23E ayat 2 yang berbunyi, “Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.”
 UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 1 yang berbunyi, “BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.”
 UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 4 yang berbunyi, “Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.”
 UU no 15 tahun 2006 pasal 21 ayat 2 yang berbunyi, “Pemberhentian Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diresmikan dengan Keputusan Presiden atas usul BPK atau DPR.”
 Hubungan MPR dan DPR
 UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “
 UUD 1945 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi, “Majelis permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.”
 UUD 1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
 Hubungan MPR dengan Presiden
 UUD 1945 pasal 3 ayat 3 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.”
 UUD 1945 pasal 3 ayat 2 yang berbunyi, ”Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden”
 UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “
 Hubungan MPR dan DPR
 Hubungan antara MPR dan DPD dia atur didalam UUD 1945 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi, “Majelis permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.


 Hubungan DPR dan DPD
 UUD 1945 pasal 22D ayat 2 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.”
 UUD 1945 pasal 22D ayat 1 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah”
 UUD 1945 pasal 22D ayat 3 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.”
 Hubungan DPR dengan MA
 UU no 27 tahun 2009 pasal 83 ayat 5 yang berbunyi, “Pimpinan DPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang teksnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.”
 UUD 1945 pasal 24A tentang Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung.


 Hubungan DPD dengan Presiden
 UUD 1945 pasal 23 ayat 3 yang berbunyi, “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.”
 UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.”
 UU no 27 tahun 2009 pasal 227 ayat 3 yang berbunyi, “Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan Presiden.”
 Hubungan DPR dan Presiden
 UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
 UUD 1945 pasal 5 ayat 1 yang berbunyi, “Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”
 UUD 1945 pasal 7B tentang tata cara pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden oleh DPR
 UUD 1945 pasal 11 ayat 1 yang berbunyi, “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
 Hubungan BPK Dan DPR
 UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.”
 UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 4 yang berbunyi, “Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.”
 UUD 1945 pasal 23E ayat 2 yang berbunyi, “Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.”
 UU no 15 tahun 2006 pasal 14 ayat 3 yang berbunyi, “Calon anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada publik untuk memperoleh masukan dari masyarakat.” UU no 15 tahun 2006 pasal 14 ayat 4 yang berbunyi, “DPR memulai proses pemilihan anggota BPK terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan harus menyelesaikan pemilihan anggota BPK yang baru, paling lama 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Anggota BPK yang lama.”
 Hubungan MPR dan DPR
 UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “
 UUD 1945 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi, “Majelis permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.”
 UUD 1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.” 

BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
Semua hubungan antar lembaga negara tak lepas dari trias politica yang telah diatur dalam UUD 1945, karena negara Indonesia negara kesatuan yang bersistem konstitusional yang semuanya mangacu pada aturan undang-undang, sifat undang-undang juga ada 2, yakni bersifat khusus dan bersifat umum. bersifat khusus artinya hanya mengikat aturan kedudukan diparlemen dan yang bersifat umum artinya berlaku bagi seluruh warga Indonesia tanpa terkecuali pembuat undang-undang itu sendiri yang mencangkup huku, pidana, perdata, KHI, dll
Tahapan pembentukan undang-undang sendiri berpacu pada tiang undang-undang no 12 tahun 2011 mengenai jenis, hierarki, dan pembentukan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang mencangkup UUD 1945, Ketetapan MPR, perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah provinsi, dan Peraturan Daerah/Kabupaten.
Semua lembaga tak ada yang kebal dari hukum, semua telah ada porsi dalam penerapan dan batasan antar lembaga dalam ketatanegaraan, struktur lembaga negara terbentuk demi mewujudkan kemakmuran bangsa Indonesia 

Comments