TAFSIR AYAT IBADAH : QURBAN
(QS. Al-Hajj 36-37)
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (36) لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ(37)
Dalam ayai ini dijelaskan bahwa dijinakkannya binatang ternak terhadap anak adam merupakan suatu nikmat yang harus disyukuri. Penjelasan itu dituturkan secara gelobal dalam firmannya “Untukmu padanya ada kebaikan”. Selanjutnya, yang dimaksud syiar dalam ayat tersebut adalah tanda-tanda syari’at yang disyari’atnkan Allah kepada hamba-Nya. Kemudian, qurban ini disebut syi’ar Allah karena qurban ini bertujuan untuk taqorrub kepada Allah dan sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada kita.
Kemudian, ijelaskan bahwa sebelum menyembelih hewan qurban maka diperintah untuk menyebut nama Allah. Kemudian, sesudah disembelih, yaitu telah mati dan sudah waktunya untuk dapat dimakan (maka makanlah sebagiannya) jika kalian suka (dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya) maksudnya orang-orang yang menerima dengan apa yang diberikan oleh Allah kepadanya dan ia tidak meminta-minta serta tidak pernah memamerkan dirinya miskin (dan orang yang meminta) yaitu orang yang meminta-minta dan orang yang menampakkan kemiskinannya.
Dalam ayat selanjutnya dijelaskan, bahwa Allah tidak melihat bentuk badan dan perbuatan lahir kalian, tetapi Dia melihat hati kalian. Allah tidak menginginkan kalian melakukan penyembelihan kurban untuk sekadar memamer-mamerkan diri. Tetapi Allah menginginkan kekhusukan hati kalian. Maka dari itu, keridaan-Nya tidak akan bisa didapatkan melalui pembagian daging dan penumpahan darah hewan kurban itu semata, tetapi yang bisa mendapatkannya adalah ketakwaan dan ketulusan niat.
SUMBER
Muhammad Ali al-Shabuni. 1985. Rowai’u al-Bayan: Tafsiri Ayati Ahkam. Beirut: Maktabah
Ghozali.
Baca Juga: TAFSIR AYAT WAKTU SHOLAT
Comments
Post a Comment