![]() |
KONFLIK PSIKOLOGI DALAM CERPEN "PEREMPUAN BALIAN" KARYA SANDI FIRLY, perpusnas.go.id |
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Bidang
psikologi sastra merupakan bidang interdisipliner antara ilmu sastra dengan
ilmu psikologi. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya
sastra dari aktivitas kejiwaan (Rokhmansyah, 2014:159). Analisis psikologi
terhadap karya sastra dilakukan karena baik sastra maupun psikologi sama-sama
membicarakan manusia. Bedanya, sastra membicarakan manusia yang diciptakan oleh
pengarang, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang diciptakan Tuhan
secara riil hidup di alam nyata (Wiyatmi, 20011: 19).
Secara
definitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang
terkandung dalam suatu karya. Misalnya melalui pemahaman terhadap para tokoh,
masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi dan penyimpangan-penyimpangan
lain yang terjadi di masyarakat khususnya yang terkait dengan psike (Minderop,
2010:54). Psike atau psicho mengandung pengertian jiwa. Dimensi jiwa adalah
dimensi yang hanya ada dalam diri manusia yang berarti dimensi tersebut tidak
dapat lepas dari segala aktivitas kehidupan manusia.
Objek
material yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerpen Harian Kompas,
tulisan dari Sandi Firly yang berjudul Perempuan Balian. Cerpen ini dianggap
memiliki aspek psikologis yang sesuai dikaji sesuai dengan psikologi analisis
Sigmund Freud.
Hubungan
Psikologi dengan Karya Sastra
Wellek
dan Warren (1962:81) menyebut ada dua macam analisa psikologis,
yaitu analisa psikologi
yang hanya berhubungan dengan pengarang dan studi psikologi dalam
kaitannya dengan inspirasi dan ilham. Dalam penelitian yang dilakukan, psikologi sastra lebih
memperhatikan hal kedua karena membahas psikologi dalam hubungannya dengan
aspek kejiwaan dari tokoh-tokoh dalam karya sastra tersebut.
Teori
Sigmund Freud
Konsep Freud yang
paling mendasar tentang psikoanalisis adalah tentang ketidaksadaran. Menurut
Freud, kepribadian manusia terbagi menjadi tiga lapis, yaitu:
Tidak
Sadar (Unconcious), merupakan bagian terbesar dari kepribadian yang
mempengaruhi perilaku manusia. Sering kali tidak terlihat secara jelas.
Prasadar
(Preconcious), merupakan bagian kepribadian manusia yang tidak disadari,
namun berpotensi untuk menjadi sadar
Sadar
(Conscious), merupakan bagian dari kepribadian manusia yang sadar akan
keadaan sendiri dan keadaan sekitar.
Dalam
perkembangan selanjutnya, Freud juga mengungkapkan konsep teknis lainnya, namun
dengan dasar konsep yang sama yaitu tingkah laku manusia lebih banyak
ditentukan dan digerakkan oleh alam bawah sadar dalam kepribadiannya. Dalam
teori-teori Freud yang mutakhir, pembagian struktur kepribadian manusia yaitu
id, ego, dan superego.
Menurut Freud,
id merupakan sumber dari energi psikis dan merupakan komponen utama dalam
kepribadian manusia. Faktor pendorong id adalah kesenangan yang berusaha untuk
mencapai kepuasan dari segala keinginan dan kebutuhan dengan sesegera mungkin.
Jika kebutuhan ini tidak segera dipuaskan, maka akan menimbulkan kondisi
kecemasan atau ketegangan. Contoh paling tepat adalah pemenuhan makanan dan
minuman pada saat timbul rasa lapar dan haus. Kemudian, Freud berkesimpulan
bahwa id telah hadir sejak saat manusia dilahirkan. Argumen ini dibuktikan oleh
bayi yang baru lahir. Pada saat bayi merasa lapar atau haus, sang bayi akan
terus menangis sampai disusui oleh ibunya. Oleh sebab itu, id juga merupakan
aspek kepribadian yang terpenting di awal kehidupan seseorang.
Ego
merupakan komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk berhubungan dengan
dunia nyata. Teori Freud mengungkapkan bahwa ego berkembang dari id dan
memastikan bahwa dorongan dari id dapat diungkapkan dengan cara yang dapat
diterima dalam dunia nyata. Ego bekerja dengan berlandaskan pada prinsip
realitas, di mana pemuasan keinginan id dicapai melalui usaha dan cara-cara
yang realistis dan dapat diterima dengan baik secara social.
Kemudian,
prinsip realitas melakukan pertimbangan dengan membandingkan antara manfaat dan
kerugian dari suatu tindakan sebelum melakukan suatu tindakan dan mengikuti
impuls. Pada umumnya, dorongan impuls dari id dapat ditunda untuk sementara
waktu. Berdasarkan pertimbangan dari ego, penundaan ini dapat dilakukan pada
tempat dan waktu yang tepat. Selain itu ego juga melepaskan ketegangan yang
terjadi akibat tidak terpenuhinya impuld dari id dengan proses sekunder. Dalam
hal ini, ego mencoba untuk menemukan obyek lain di dunia nyata yang
menggantikan gambaran kebutuhan yang diciptakan oleh id.
Superego
mencakup berbagai peraturan dan standar perilaku yang diharapkan dalam
masyarakat. Mengikuti peraturan ini menimbulkan perasaan bangga. Superego
memuat informasi tentang berbagai hal yang dianggap buruk sesuai dengan standar
yang ditentukan oleh orang tua dan masyarakat. Superego bertindak untuk
menyempurnakan perilaku manusia dalam masyarakat dengan menekan impuls-impuls
mendesak dari id, namun tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat.
PEMBAHASAN
Sinopsis
Idang
merupakan sosok perempuan yang hidup di Pegunungan Meratus (Kalimantan
Selatan). Ia dikenal sebagai perempuan yang aneh karena perilakunya yang tidak
wajar (bermimpi ular dan ayahnya, berbicara dengan makhluk lain, berjalan
sendirian ke hutan terlarang dan mengaku bisa berbicara dengan binatang).
Ayahnya yang seorang balian (dukun) mati saat ia berumur 12 tahun, dan ibunya
mati saat melahirkannya. Idang hanya tinggal dengan neneknya.
Suatu
saat terdapat seorang anak umur 4 tahun yang terkena penyakit yaitu diisap buyu
(tubuh yang didiami roh jahat). Untuk mengusir buyu tersebut maka dilakukanlah
upacara balian dengan mempersembahkan berbagai sesajen dan menarikan tarian
pengusiran roh jahat, namun selama 3 hari 3 malam upacara dilaksanakan tak juga
segera membuahkan hasil. Di saat pertengahan upacara tersebut, seorang
perempuan (Idang) lalu menyeruak menari dan mengucapkan mantera aneh hingga
akhirnya anak tersebut berangsur-angsur membaik. Namun setelah kejadian
tersebut, seorang tetuah kampung yang menjalankan upacara tersebut menyalahkan
idang dan mengatakan bahwa akan ada bencana di desa karena seorang perempuan
tidak seharusnya menjadi balian.
Tokoh
dan Penokohan
Aku
Tokoh
aku dalam cerpen Perempuan Balian menjadi tokoh tirtagonis karena tidak mendukung
atau menentang tokoh utama di cerpen ini yaitu Idang. Aku merupakan tokoh yang
menceritakan tentang perempuan balian, dan seorang yang bertugas untuk
penelitian.
“Aku
melakukan hirupan terakhir kopiku sebelum bersiap pergi meninggalkan warung. Aku
harus segera memulai perjalanan sebelum matahari meninggi. Tugasku selama dua
minggu melakukan penelitian, termasuk menyaksikan upacara balian, sudah
berakhir.”
Perempuan
muda (Idang)
Merupakan
seorang perempuan yang dikenal sebagai seorang yang kurang waras dan telah
ditinggal mati oleh kedua orang tuanya.
“Sebelum
peristiwa malam itu yang akan kuceritakan nanti, Idang dikenal sebagai
perempuan kurang waras. Kerap mengamuk kesurupan, dan meracau menceritakan
tentang mimpi-mimpinya yang aneh. Kepada orang-orang ia sering mengatakan, ”Ada
ular-ular besar menyusup dalam mimpiku. Ular itu bukan mimpi, tapi ular yang
menyusup dalam mimpiku. Dalam mimpi juga aku sering bertemu Ayah.”
Demang
Itat
Dukun
di pengunungan Meratus yang tidak mendukung dan khawatir jika seorang perempuan
menjadi seorang balian.
“Dialah
damang, yang konon usianya sudah lebih satu abad. Wajahnya yang penuh kerutan
waktu mengingatkan pada rekahan-rekahan batang pohon tua dalam hutan terdalam.
Damang Itat, begitulah orang-orang Meratus memanggilnya, yang malam itu akan
menjadi pemimpin upacara aruh.”
Anak
laki-laki umur 4 tahun
Anak
yang sedang sakit parah dan harus segera diobati.
“Tubuh
kecil kurus anak usia empat tahun itu seperti kehilangan daging dan air. Hanya
tulang-tulang berbalut kulit kering layaknya kulit kayu tua mengerut keras,
yang cepat meretas seperti ilalang terbakar di musim kemarau yang
mengerontangkan ceruk kehidupan. Warna kulitnya kuning serupa kunyit. Hanya
matanya masih menyimpan kilat hidup, meski juga sudah meredup dalam napas yang
beringsut ingin melepaskan rongga dadanya yang tipis, membayangkan keretak kayu
lapuk. Jari-jari sapu lidinya menjentik pelan pada lantai beralas lampit,
mengikuti irama tari tiga balian.”
Seorang
ibu muda
Seorang ibu yang sangat menyayangi
anaknya dan sabar dengan keadaan anaknya.
“Seorang
ibu muda yang telah kehabisan air mata terduduk lemas di sudut belakang balai.
Kantung matanya menebal, rambut terbiarkan tergerai kusut berhari-hari tak
tersisir tangan dan dilembutkan minyak jelantah.”
Latar
Pegunungan Meratus Kalimantan Selatan
“Idang
memang tak seperti kebanyakan perempuan lainnya yang hidup di pegunungan
Meratus.”
“Balai itulah cahaya benderang satu-satunya di belahan hitam...” hutan Kalimantan Selatan yang sebenarnya tak lagi perawan.”
“Balai itulah cahaya benderang satu-satunya di belahan hitam...” hutan Kalimantan Selatan yang sebenarnya tak lagi perawan.”
Analisis
Cerpen Sesuai Teori Sigmund FreudId
Tokoh
utama, Idang, sering mengalami pengalaman ganjil dan aneh. Dirinya menemukan
makhluk aneh dan menjadi sahabatnya. Pengalaman itu tidak dapat dipahami oleh
teman-teman sebayanya. Sehingga idang ditinggalkan oleh mereka. Idang menjalani
kehidupannya dengan makhluk “aneh” itu seakan-akan normal, tetapi tidak dengan
teman-temannya. Tekanan id dalam diri Idang menyebabkan dirinya tumbuh
sebagai perempuan pendiam, penyendiri, dan tidak mudah bergaul. Bila bergaul,
dirinya akan dijauhi oleh teman-temannya karena dia selalu bercerita tentang
mimpi tentang ular dan ayahnya. Idang juga berkeinginan untuk diperhatikan dan
diterima dalam masyarakat, teteapi karena ia telah dianggap sebagai pembawa
sial maka ia dijauhi oleh masyarakat sekitar.
“Kepada
orang-orang ia sering mengatakan, ada ular-ular besar menyusup dalam mimpiku.
Ular itu bukan mimpi, tapi ular yang menyusup dalam mimpiku. Dalam mimpi aku
juga sering bertemu ayah.”
Mekanisme
Pertahanan Ego
Represi
Represi
merupakan ketidakmampuan mengingat kembali situasi, orang, atau peristiwa yang
menakutkan dan berfungsi secara tidak sadar. Idang telah mengalami gangguan
pikiran karena kekutan gaib. Kekuatan gaib dalam dirinya menyebabkan dirinya
kehilangan akal sehat. Sehingga dia kerap kesurupan dan meracau. Kekuatan gaib
itu telah merasuk ke dalam pikirannya bahkan menjadi mimpi-mimpi yang aneh.
Ketidakterimaan akan sesuatu yang tidak masuk akal juga dialami tokoh utama.
Idang berpendapat bahwa hambatan yang dialaminya dalam pikirannya membuat
dirinya tidak terima oleh masyarakat. Semakin besar ketidakterimaan masyarakat,
diri Idang semakin kuat dan hidup dalam balian.
Proyeksi
Proyeksi
merupakan kebalikan dari melawan diri sendiri, yaitu melampiaskan rasa benci,
marah, tidak merasa takut, dan keberingasan pada orang lain. Mekanisme
pertahanan ego ini muncul karena adanya dorongan dari dalam. Proyeksi dalam
cerpen PB terlihat pada tokoh utama, Idang yang mencoba mengobati seseorang
yang sakit. Si sakit dapat disembuhkan. Hal ini mengubah sikap masyarakat bahwa
dirinya bukan seorang yang tidak waras, tetapi seorang yang memiliki kekuatan
gaib yang diturunkan kepadanya. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.
Tak
ada seorang pun yang tergerak menghentikan perempuan itu. Hingga akhirnya
perempuan muda berambut panjang itu tersungkur ke lantai balai. Seluruh
tubuhnya kuyup oleh peluh. Bersamaan itu pula, anak lelaki yang menjadi pusat
pengobatan di tengah balai pelan-pelan bergerak seolah ingin bangkit.
Orang-orang menyaksikan, kulit sang anak yang semula kering layaknya kulit kayu
tua berubah seolah di bawahnya telah mengalir air kehidupan. Butir-butir peluh
membasahi wajah dan seluruh tubuhnya. Kuning kunyit kulitnya pun memudar.
Perlahan matanya terbuka, bercahaya. Bibirnya, yang meski masih tampak kering,
perlahan berucap, ”Ayah….” Panggilannya pelan namun jelas. Seketika saja,
orang-orang menghambur ke depan, mendekati tubuh kecil itu. Sang ayah dan ibu
langsung memeluk dan menciuminya. ”Anakku… anakku… anakku..,” ucap keduanya
sembari menangis dalam kegembiraan mendapati sang anak telah terlepas dari maut
(PB, paragraf 13-14)
Kutipan
di atas menjelaskan Idang dapat menyembuhkan si sakit. Orang-orang menangis
dalam kegembiraan mendapati sang anak telah lepas dai maut. Seorang balian
perempuan telah menyembuhkan si sakit. Hal ini merupakan bentuk proyeksi
terhadap perilaku masyarakat yang sering menghindar terhadap dirinya. Akan tetapi,
tekanan ego untuk mendapatkan pengakuan masyarakat agar tidak menganggap
dirinya tidak waras dan sering kesurupan sangat diharapkan. Kesempatan
menyembuhkan orang sakit didapatnya. Dirinya menyadari balian dalam dirinya
merupakan kekuatan yang tidak dapat ditolak dan dihindari. Untuk itulah,
keterimaan masyarakat terhadap balian perempuan merupakan pertahanan ego.
Pembentukan
Reaksi
Dalam
cerpen Perempuan Balian mekanisme pertahanan ego berupa pembentukan reaksi
dialami tokoh utama. Pembentukan reaksi yang dialami Idang, yaitu ketika
dirinya dianggap tidak waras dan gila. Balian yang merasuk dalam diri Idang
menyebabkan dia tidak mampu mengontrol dirinya.
Superego
Superego
dalam PB tergambar melalui tokoh ibu dari anak yang terkena penyakit. Seorang
ibu muda, dia telah siap terhadap apa yang akan terjadi kepada anaknya. Ia juga
mempunyai keteguhan hatinya untuk menunggu pengobatan anaknya sampai sembuh,
walaupun badanya sudah lemah dan tidak terurus.
“walau
jauh di lubuk hati, ia sebenarnya telah mulai memupuk kerelaan bila
sewaktu-waktu sang anak diambil sang Illah”
Melalui
kutipan di atas superego menjadi pengendali sang ibu untuk tetap mendampingi
anaknya yang sedang sakit.
Analisis
Kondisi Kejiwaan Tokoh Utama (Kecemasan)
Faktor-Faktor
Kecemasan
Faktor-faktor
yang menyebabkan kecemasan terhadap diri tokoh utama adalah faktor keluarga dan
faktor sosial.
Faktor
Keluarga
Kondisi
kejiwaan Idang dipengaruhi oleh keluarganya. Dalam cerpen ini terlihat bahwa
Idang yang hidup hanya ditemani nenek dari ibunya, Idang tumbuh menjadi
perempuan pendiam, penyendiri. Dan bila pun ia bicara dan bercerita kepada
anak-anak sebayanya, maka itu adalah cerita tentang mimpi-mimpi, tak jauh dari
cerita tentang ular dan ayahnya.
Faktor
keluarga berpengaruh terhadap kepribadian tokoh utama Idang. Dia menjadi sosok
yang tertekan dan terkekang. Idang tidak dapat dengan leluasa berbagi peristiwa
yang dia dialami. Hal itu menyebabkan dirinya dilanda kecemasan yang
kuat.
Faktor
Sosial
Dalam
cerpen PB didapat kecemasan yang dipengaruhi oleh lingkungan. Idang semakin
merasa tertekan ketika lingkungan sosial menganggap perilakunya aneh dan tidak
masuk akal bahkan ada yang menganggap dirinya sudah tidak waras. Tekanan sosial
itu menyebabkan Idang semakin cemas. Dirinya menjelma menjadi seorang balian,
dukun, orang-orang semakin menyudutkan Idang. Hal itu terlihat dalam kutipan
berikut.
Orang
sekampung tidak pernah melupakan malam itu. Seorang perempuan terbilang muda
tiba-tiba menjadi balian, menjadi dukun. Tidak pernah sebelumnya, sejak nenek
moyang, seorang perempuan menjadi balian. Paling tinggi ia hanya menjadi
pinjulang, pembantu dukun laki-laki (PB, paragraf 22)
Tapi
malam itu, Idang, seorang perempuan muda yang dianggap gila, menyeruak ke
tengah-tengah upacara. Menari-nari, menyanyi, merapalkan mantra-mantra yang
sebelumnya tidak pernah dibaca para balian (PB, paragraf 23)
Perilaku
masyarakat terhadap Idang semakin membuat dirinya dikucilkan. Hal ini
menjadikan tokoh utama semakin cemas. Hal itu didukung lagi tidak adanya
dukungan dari lingkungan dan keterbukaan untuk menerima dirinya sebagai balian.
Bentuk-Bentuk
Kecemasan Tokoh Utama
Kecemasan
Realistik
Kecemasan
realistik, yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yang ada
di lingkungan maupun di dunia luar, seperti binatang buas, tebing yang curam,
panas api, dan dinginnya gurun.
Kecemasan
realistik dialami tokoh utama, Idang, yang tidak mampu mengendalikan dirinya.
Dirinya larut dalam dunia dan mimpi-mimpi yang dialaminya. Idang menjelma
menjadi seorang balian perempuan yang dapat menyembuhkan seseorang yang sakit.
Akan tetapi, kemampuan yang dimiliki Idang itu, karena tidak biasa dan melawan
adat, ditolak oleh para tetua, seperti terlihat dalam kutipan berikut.
Dengan
wajah agak memerah, orang tua itu berucap, ”Kalian anak muda ini, tahu apa
kalian tentang balian. Kalian lihat saja nanti, hutan dan kampung kita ini
nantinya akan ditimpa bencana. Dan itu karena perempuan gila yang hendak
menjadi balian.” Setelah membayar kopinya, lelaki tua itu pun pergi
meninggalkan warung sambil menggerutu, ”Celaka… celaka… celaka.” (PB, paragraf
27).
Kemampuan
yang dimiliki tokoh utama, Idang, dianggap akan menimbulkan bencana bagi
kampung. Hal itu disebabkan belum pernah terjadi sejak nenek moyang mereka
perempuan menjadi balian. Perempuan hanya dapat menjadi asisten balian. Untuk
itulah, hal yang dialami Idang merupakan sesuatu yang menyalahi adat. Itu akan
menyebabkan kampung mendapat musibah atau celaka.
Kecemasan
Moral
Kecemasan
moral, yaitu rasa takut terhadap suara hati, berupa merasa bersalah dan berdosa
apabila melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral.
Kecemasan
moral tokoh utama dalam cerpen PB terlihat pada peristiwa yang dialami Idang.
Dirinya mengalami mimpi tentang ular dan ayahnya. Bahkan dunia dalam mimpinya
itu menjadi dunia tempat dirinya bermain-main. Akan tetapi, perilaku Idang
dianggap orang sesuatu perilaku salah dan gila, seperti terlihat dalam kutipan
berikut.
”Aku
banyak menemukan makhluk-makhluk aneh di sana. Mereka bersahabat,” ceritanya
kepada teman-teman sebaya, yang karena cerita semacam itu pula menyebabkan ia
perlahan-lahan dijauhi teman-temannya. Namun ia mengaku tak pernah merasa
kesepian. ”Teman-temanku di dunia lain jauh lebih banyak,” seseorang bercerita
kepadaku menirukan ucapannya (PB, paragraf 3)
Idang,
tokoh utama, mengalami kecemasan moral, dirinya menjadi dijauhi teman-temannya
karena dirinya asik dengan mimpi dan dunianya. Hal ini menyebabkan diri, Idang,
menjadi suka menyendiri dan pendiam, agar tidak disalahi dan dianggap
Idang,tokoh utama mengalami kecemasan moral, dirinya menjadi dijauhi
teman-temannya karena dirinya asik dengan mimpi dan dunianya. Hal ini
menyebabkan diri, Idang, menjadi suka menyendiri dan pendiam, agar tidak
disalahi dan dianggap perilaku kurang waras.
Berdasarkan
paparan analisis kecemasan tokoh utama dalam cerpen PB didapat bahwa kecemasan
realistik yang dialami tokoh utama dalam adalah dirinya masih membutuhkan orang
lain untuk berbagi dan bercerita. Dirinya juga masih membutuhkan kasih sayang
dari orang lain. Kecemasan neurotik terhadap tokoh utama dalam cerpen PB
didapat bahwa Idang yang menjelma menjadi seornag balian, dukun perempuan,
membuat dirinya semakin dijauhi oleh orang lain. Karena profesi dukun, belum
pernah dipegang oleh perempuan. Hal itu dianggap melanggar adat. Apalagi,
perilakukanya sering bercerita tentang mimpi dan dunia yang orang lain tidak memahaminya
membuat dirinya dijauhi. Idang sering menyendiri dan hidup hanya ditemani
seorang nenek dari pihak ibunya.
Kecemasan
moral terhadap tokoh utama dalam cerpen PB didapat bahwa tokoh utama mendapat
tekanan dalam dirinya untuk mengubah sikap dan per-buatannya. Perbuatannya
menjadi balian bukanlah sesuatu yang melanggar adat. Akan tetapi, karena
ketidakterimaan kaum balian tetua menjadikan balian perempuan dikucilkan dan
di-anggap akan menghadirkan bencana. Hal itu menyebabkan tokoh lain tidak dapat
menerimanya.
KESIMPULAN
Berdasarkan
analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dalam cerpen Perempuan
Balian karya Sandi Firly merupakan peristiwa yang merupakan gambaran dari
proses penyelesaian konflik, dimana karakter aku tidak mampu untuk mengetahui
maksud dari perkataan lelaki tua bahwa akan datang bencana pada hutan, padahal
dia tahu hutan tersebut akan dijadikan tambang emas.
Struktur
kepribadian tokoh dalam cerpen tersebut memiliki unsur id, ego, dan superego.
Dimana kepribadian tersebut memengaruhi tingkah laku, pola pikir, dan kejiwaan
tokoh dalam cerpen tersebut. Tokoh dalam cerpen memiliki id yang kuat
sehingga cenderung ingin melepaskan diri dari segala permasalahannya yang
mereka rasakan dalam hidup tanpa melihat realita yang ada. Mekanisme pertahanan
ego dalam cerpen tersebut berupa represi, proyeksi, dan pembentukan reaksi.
Dalam
cerpen tersebut jugaditemukan gejala-gejala kecemasan tokoh utama Idang, yaitu
perilaku terguncang, berperilaku liar, bersikap ganjil, dan aneh, seingga ia
dianggap tidak waras. Faktor yang menyebabkan gejala kecemasan tersebut ialah
faktor keluarga dan faktor sosial. Kecemasan tokoh utama tersebut berupa
kecemasan realistic, yang berkaitan dengan tekanan fisik dan kecemasan moral,
yang berkaitan dengan suara hati (rasa bersalah atau berdosa karena berbuat
sesuatu yang melanggar norma, moral, dan agama). Hal ini menjadikan tokoh utama
mengalami tekanan jiwa yang dalam.
DAFTAR
PUSTAKA
Endraswara,
Suwandi. 2003 .”Penelitian Psikologi Sastra” dalam Metodologi Penelitian
Sastra;
Epistemologi,
Model,, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta. Widyatama
Firly,
Sandi. “Cerpen Perempuan Balian” dalam Harian Kompas, 24 Juni 2014.
Minderop,
Albertine. 2010. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor.
Nurgiyantoro,
Burhan.2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.
Comments
Post a Comment