KONFLIK PSIKOLOGI DALAM CERPEN "PEREMPUAN BALIAN" KARYA SANDI FIRLY

KONFLIK PSIKOLOGI DALAM CERPEN "PEREMPUAN BALIAN" KARYA SANDI FIRLY, perpusnas.go.id


PENDAHULUAN

Latar belakang
Bidang psikologi sastra merupakan bidang interdisipliner antara ilmu sastra dengan ilmu psikologi. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra dari aktivitas kejiwaan (Rokhmansyah, 2014:159). Analisis psikologi terhadap karya sastra dilakukan karena baik sastra maupun psikologi sama-sama membicarakan manusia. Bedanya, sastra membicarakan manusia yang diciptakan oleh pengarang, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang diciptakan Tuhan secara riil hidup di alam nyata (Wiyatmi, 20011: 19).
Secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya. Misalnya melalui pemahaman terhadap para tokoh, masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi di masyarakat khususnya yang terkait dengan psike (Minderop, 2010:54). Psike atau psicho mengandung pengertian jiwa. Dimensi jiwa adalah dimensi yang hanya ada dalam diri manusia yang berarti dimensi tersebut tidak dapat lepas dari segala aktivitas kehidupan manusia.
Objek material yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerpen Harian Kompas, tulisan dari Sandi Firly yang berjudul Perempuan Balian. Cerpen ini dianggap memiliki aspek psikologis yang sesuai dikaji sesuai dengan psikologi analisis Sigmund Freud.  
Hubungan Psikologi dengan Karya Sastra
Wellek dan Warren (1962:81) menyebut ada dua macam analisa psikologis, yaitu analisa psikologi yang hanya berhubungan dengan pengarang dan  studi psikologi dalam kaitannya dengan inspirasi dan ilham. Dalam penelitian yang dilakukan, psikologi sastra lebih memperhatikan hal kedua karena membahas psikologi dalam hubungannya dengan aspek kejiwaan dari tokoh-tokoh dalam karya sastra tersebut.

Teori Sigmund Freud
Konsep Freud yang paling mendasar tentang psikoanalisis adalah tentang ketidaksadaran. Menurut Freud, kepribadian manusia terbagi menjadi tiga lapis, yaitu:
Tidak Sadar (Unconcious), merupakan bagian terbesar dari kepribadian yang mempengaruhi perilaku manusia. Sering kali tidak terlihat secara jelas.
Prasadar (Preconcious), merupakan bagian kepribadian manusia yang tidak disadari, namun berpotensi untuk menjadi sadar
Sadar (Conscious), merupakan bagian dari kepribadian manusia yang sadar akan keadaan sendiri dan keadaan sekitar.
Dalam perkembangan selanjutnya, Freud juga mengungkapkan konsep teknis lainnya, namun dengan dasar konsep yang sama yaitu tingkah laku manusia lebih banyak ditentukan dan digerakkan oleh alam bawah sadar dalam kepribadiannya. Dalam teori-teori Freud yang mutakhir, pembagian struktur kepribadian manusia yaitu id, ego, dan superego.
Menurut Freud, id merupakan sumber dari energi psikis dan merupakan komponen utama dalam kepribadian manusia. Faktor pendorong id adalah kesenangan yang berusaha untuk mencapai kepuasan dari segala keinginan dan kebutuhan dengan sesegera mungkin. Jika kebutuhan ini tidak segera dipuaskan, maka akan menimbulkan kondisi kecemasan atau ketegangan. Contoh paling tepat adalah pemenuhan makanan dan minuman pada saat timbul rasa lapar dan haus. Kemudian, Freud berkesimpulan bahwa id telah hadir sejak saat manusia dilahirkan. Argumen ini dibuktikan oleh bayi yang baru lahir. Pada saat bayi merasa lapar atau haus, sang bayi akan terus menangis sampai disusui oleh ibunya. Oleh sebab itu, id juga merupakan aspek kepribadian yang terpenting di awal kehidupan seseorang.
Ego merupakan komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk berhubungan dengan dunia nyata. Teori Freud mengungkapkan bahwa ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat diungkapkan dengan cara yang dapat diterima dalam dunia nyata. Ego bekerja dengan berlandaskan pada prinsip realitas, di mana pemuasan keinginan id dicapai melalui usaha dan cara-cara yang realistis dan dapat diterima dengan baik secara social.
Kemudian, prinsip realitas melakukan pertimbangan dengan membandingkan antara manfaat dan kerugian dari suatu tindakan sebelum melakukan suatu tindakan dan mengikuti impuls. Pada umumnya, dorongan impuls dari id dapat ditunda untuk sementara waktu. Berdasarkan pertimbangan dari ego, penundaan ini dapat dilakukan pada tempat dan waktu yang tepat. Selain itu ego juga melepaskan ketegangan yang terjadi akibat tidak terpenuhinya impuld dari id dengan proses sekunder. Dalam hal ini, ego mencoba untuk menemukan obyek lain di dunia nyata yang menggantikan gambaran kebutuhan yang diciptakan oleh id.
Superego mencakup berbagai peraturan dan standar perilaku yang diharapkan dalam masyarakat. Mengikuti peraturan ini menimbulkan perasaan bangga. Superego memuat informasi tentang berbagai hal yang dianggap buruk sesuai dengan standar yang ditentukan oleh orang tua dan masyarakat. Superego bertindak untuk menyempurnakan perilaku manusia dalam masyarakat dengan menekan impuls-impuls mendesak dari id, namun tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat. 

PEMBAHASAN 
Sinopsis
Idang merupakan sosok perempuan yang hidup di Pegunungan Meratus (Kalimantan Selatan). Ia dikenal sebagai perempuan yang aneh karena perilakunya yang tidak wajar (bermimpi ular dan ayahnya, berbicara dengan makhluk lain, berjalan sendirian ke hutan terlarang dan mengaku bisa berbicara dengan binatang). Ayahnya yang seorang balian (dukun) mati saat ia berumur 12 tahun, dan ibunya mati saat melahirkannya. Idang hanya tinggal dengan neneknya. 
Suatu saat terdapat seorang anak umur 4 tahun yang terkena penyakit yaitu diisap buyu (tubuh yang didiami roh jahat). Untuk mengusir buyu tersebut maka dilakukanlah upacara balian dengan mempersembahkan berbagai sesajen dan menarikan tarian pengusiran roh jahat, namun selama 3 hari 3 malam upacara dilaksanakan tak juga segera membuahkan hasil. Di saat pertengahan upacara tersebut, seorang perempuan (Idang) lalu menyeruak menari dan mengucapkan mantera aneh hingga akhirnya anak  tersebut berangsur-angsur membaik. Namun setelah kejadian tersebut, seorang tetuah kampung yang menjalankan upacara tersebut menyalahkan idang dan mengatakan bahwa akan ada bencana di desa karena seorang perempuan tidak seharusnya menjadi balian.

Tokoh dan Penokohan

Aku 
Tokoh aku dalam cerpen Perempuan Balian menjadi tokoh tirtagonis karena tidak mendukung atau menentang tokoh utama di cerpen ini yaitu Idang. Aku merupakan tokoh yang menceritakan tentang perempuan balian, dan seorang yang bertugas untuk penelitian. 
“Aku melakukan hirupan terakhir kopiku sebelum bersiap pergi meninggalkan warung. Aku harus segera memulai perjalanan sebelum matahari meninggi. Tugasku selama dua minggu melakukan penelitian, termasuk menyaksikan upacara balian, sudah berakhir.”

Perempuan muda (Idang)
Merupakan seorang perempuan yang dikenal sebagai seorang yang kurang waras dan telah ditinggal mati oleh kedua orang tuanya.

“Sebelum peristiwa malam itu yang akan kuceritakan nanti, Idang dikenal sebagai perempuan kurang waras. Kerap mengamuk kesurupan, dan meracau menceritakan tentang mimpi-mimpinya yang aneh. Kepada orang-orang ia sering mengatakan, ”Ada ular-ular besar menyusup dalam mimpiku. Ular itu bukan mimpi, tapi ular yang menyusup dalam mimpiku. Dalam mimpi juga aku sering bertemu Ayah.”

Demang Itat
Dukun di pengunungan Meratus yang tidak mendukung dan khawatir jika seorang perempuan menjadi seorang balian.
“Dialah damang, yang konon usianya sudah lebih satu abad. Wajahnya yang penuh kerutan waktu mengingatkan pada rekahan-rekahan batang pohon tua dalam hutan terdalam. Damang Itat, begitulah orang-orang Meratus memanggilnya, yang malam itu akan menjadi pemimpin upacara aruh.”
Anak laki-laki umur 4 tahun
Anak yang sedang sakit parah dan harus segera diobati.
“Tubuh kecil kurus anak usia empat tahun itu seperti kehilangan daging dan air. Hanya tulang-tulang berbalut kulit kering layaknya kulit kayu tua mengerut keras, yang cepat meretas seperti ilalang terbakar di musim kemarau yang mengerontangkan ceruk kehidupan. Warna kulitnya kuning serupa kunyit. Hanya matanya masih menyimpan kilat hidup, meski juga sudah meredup dalam napas yang beringsut ingin melepaskan rongga dadanya yang tipis, membayangkan keretak kayu lapuk. Jari-jari sapu lidinya menjentik pelan pada lantai beralas lampit, mengikuti irama tari tiga balian.” 

Seorang ibu muda
            Seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya dan sabar dengan keadaan anaknya.
“Seorang ibu muda yang telah kehabisan air mata terduduk lemas di sudut belakang balai. Kantung matanya menebal, rambut terbiarkan tergerai kusut berhari-hari tak tersisir tangan dan dilembutkan minyak jelantah.”

Latar Pegunungan Meratus Kalimantan Selatan
“Idang memang tak seperti kebanyakan perempuan lainnya yang hidup di pegunungan Meratus.”
“Balai itulah cahaya benderang satu-satunya di belahan hitam...” hutan Kalimantan Selatan yang sebenarnya tak lagi perawan.”

Analisis Cerpen Sesuai Teori Sigmund FreudId
Tokoh utama, Idang, sering mengalami pengalaman ganjil dan aneh. Dirinya menemukan makhluk aneh dan menjadi sahabatnya. Pengalaman itu tidak dapat dipahami oleh teman-teman sebayanya. Sehingga idang ditinggalkan oleh mereka. Idang menjalani kehidupannya dengan makhluk “aneh” itu seakan-akan normal, tetapi tidak dengan teman-temannya.  Tekanan id dalam diri Idang menyebabkan dirinya tumbuh sebagai perempuan pendiam, penyendiri, dan tidak mudah bergaul. Bila bergaul, dirinya akan dijauhi oleh teman-temannya karena dia selalu bercerita tentang mimpi tentang ular dan ayahnya. Idang juga berkeinginan untuk diperhatikan dan diterima dalam masyarakat, teteapi karena ia telah dianggap sebagai pembawa sial maka ia dijauhi oleh masyarakat sekitar.
“Kepada orang-orang ia sering mengatakan, ada ular-ular besar menyusup dalam mimpiku. Ular itu bukan mimpi, tapi ular yang menyusup dalam mimpiku. Dalam mimpi aku juga sering bertemu ayah.”

Mekanisme Pertahanan Ego

Represi 
Represi merupakan ketidakmampuan mengingat kembali situasi, orang, atau peristiwa yang menakutkan dan berfungsi secara tidak sadar. Idang telah mengalami gangguan pikiran karena kekutan gaib. Kekuatan gaib dalam dirinya menyebabkan dirinya kehilangan akal sehat. Sehingga dia kerap kesurupan dan meracau. Kekuatan gaib itu telah merasuk ke dalam pikirannya bahkan menjadi mimpi-mimpi yang aneh. Ketidakterimaan akan sesuatu yang tidak masuk akal juga dialami tokoh utama. Idang berpendapat bahwa hambatan yang dialaminya dalam pikirannya membuat dirinya tidak terima oleh masyarakat. Semakin besar ketidakterimaan masyarakat, diri Idang semakin kuat dan hidup dalam balian.

Proyeksi 
Proyeksi merupakan kebalikan dari melawan diri sendiri, yaitu melampiaskan rasa benci, marah, tidak merasa takut, dan keberingasan pada orang lain. Mekanisme pertahanan ego ini muncul karena adanya dorongan dari dalam. Proyeksi dalam cerpen PB terlihat pada tokoh utama, Idang yang mencoba mengobati seseorang yang sakit. Si sakit dapat disembuhkan. Hal ini mengubah sikap masyarakat bahwa dirinya bukan seorang yang tidak waras, tetapi seorang yang memiliki kekuatan gaib yang diturunkan kepadanya. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut. 
Tak ada seorang pun yang tergerak menghentikan perempuan itu. Hingga akhirnya perempuan muda berambut panjang itu tersungkur ke lantai balai. Seluruh tubuhnya kuyup oleh peluh. Bersamaan itu pula, anak lelaki yang menjadi pusat pengobatan di tengah balai pelan-pelan bergerak seolah ingin bangkit. Orang-orang menyaksikan, kulit sang anak yang semula kering layaknya kulit kayu tua berubah seolah di bawahnya telah mengalir air kehidupan. Butir-butir peluh membasahi wajah dan seluruh tubuhnya. Kuning kunyit kulitnya pun memudar. Perlahan matanya terbuka, bercahaya. Bibirnya, yang meski masih tampak kering, perlahan berucap, ”Ayah….” Panggilannya pelan namun jelas. Seketika saja, orang-orang menghambur ke depan, mendekati tubuh kecil itu. Sang ayah dan ibu langsung memeluk dan menciuminya. ”Anakku… anakku… anakku..,” ucap keduanya sembari menangis dalam kegembiraan mendapati sang anak telah terlepas dari maut (PB, paragraf 13-14)
Kutipan di atas menjelaskan Idang dapat menyembuhkan si sakit. Orang-orang menangis dalam kegembiraan mendapati sang anak telah lepas dai maut. Seorang balian perempuan telah menyembuhkan si sakit. Hal ini merupakan bentuk proyeksi terhadap perilaku masyarakat yang sering menghindar terhadap dirinya. Akan tetapi, tekanan ego untuk mendapatkan pengakuan masyarakat agar tidak menganggap dirinya tidak waras dan sering kesurupan sangat diharapkan. Kesempatan menyembuhkan orang sakit didapatnya. Dirinya menyadari balian dalam dirinya merupakan kekuatan yang tidak dapat ditolak dan dihindari. Untuk itulah, keterimaan masyarakat terhadap balian perempuan merupakan pertahanan ego.

Pembentukan Reaksi
Dalam cerpen Perempuan Balian mekanisme pertahanan ego berupa pembentukan reaksi dialami tokoh utama. Pembentukan reaksi yang dialami Idang, yaitu ketika dirinya dianggap tidak waras dan gila. Balian yang merasuk dalam diri Idang menyebabkan dia tidak mampu mengontrol dirinya.
Superego
Superego dalam PB tergambar melalui tokoh ibu dari anak yang terkena penyakit. Seorang ibu muda, dia telah siap terhadap apa yang akan terjadi kepada anaknya. Ia juga mempunyai keteguhan hatinya untuk menunggu pengobatan anaknya sampai sembuh, walaupun badanya sudah lemah dan tidak terurus.
“walau jauh di lubuk hati, ia sebenarnya telah mulai memupuk kerelaan bila sewaktu-waktu sang anak diambil sang Illah”
Melalui kutipan di atas superego menjadi pengendali sang ibu untuk tetap mendampingi anaknya yang sedang sakit.  

Analisis Kondisi Kejiwaan Tokoh Utama (Kecemasan)

Faktor-Faktor Kecemasan 
Faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan terhadap diri tokoh utama adalah faktor keluarga dan faktor sosial.

 Faktor Keluarga 
Kondisi kejiwaan Idang dipengaruhi oleh keluarganya. Dalam cerpen ini terlihat bahwa Idang yang hidup hanya ditemani nenek dari ibunya, Idang tumbuh menjadi perempuan pendiam, penyendiri. Dan bila pun ia bicara dan bercerita kepada anak-anak sebayanya, maka itu adalah cerita tentang mimpi-mimpi, tak jauh dari cerita tentang ular dan ayahnya.
Faktor keluarga berpengaruh terhadap kepribadian tokoh utama Idang. Dia menjadi sosok yang tertekan dan terkekang. Idang tidak dapat dengan leluasa berbagi peristiwa yang dia dialami. Hal itu menyebabkan dirinya dilanda kecemasan yang kuat. 
Faktor Sosial 
Dalam cerpen PB didapat kecemasan yang dipengaruhi oleh lingkungan. Idang semakin merasa tertekan ketika lingkungan sosial menganggap perilakunya aneh dan tidak masuk akal bahkan ada yang menganggap dirinya sudah tidak waras. Tekanan sosial itu menyebabkan Idang semakin cemas. Dirinya menjelma menjadi seorang balian, dukun, orang-orang semakin menyudutkan Idang. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut. 
Orang sekampung tidak pernah melupakan malam itu. Seorang perempuan terbilang muda tiba-tiba menjadi balian, menjadi dukun. Tidak pernah sebelumnya, sejak nenek moyang, seorang perempuan menjadi balian. Paling tinggi ia hanya menjadi pinjulang, pembantu dukun laki-laki (PB, paragraf 22) 
Tapi malam itu, Idang, seorang perempuan muda yang dianggap gila, menyeruak ke tengah-tengah upacara. Menari-nari, menyanyi, merapalkan mantra-mantra yang sebelumnya tidak pernah dibaca para balian (PB, paragraf 23) 
Perilaku masyarakat terhadap Idang semakin membuat dirinya dikucilkan. Hal ini menjadikan tokoh utama semakin cemas. Hal itu didukung lagi tidak adanya dukungan dari lingkungan dan keterbukaan untuk menerima dirinya sebagai balian.

Bentuk-Bentuk Kecemasan Tokoh Utama
Kecemasan Realistik
Kecemasan realistik, yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yang ada di lingkungan maupun di dunia luar, seperti binatang buas, tebing yang curam, panas api, dan dinginnya gurun. 
Kecemasan realistik dialami tokoh utama, Idang, yang tidak mampu mengendalikan dirinya. Dirinya larut dalam dunia dan mimpi-mimpi yang dialaminya. Idang menjelma menjadi seorang balian perempuan yang dapat menyembuhkan seseorang yang sakit. Akan tetapi, kemampuan yang dimiliki Idang itu, karena tidak biasa dan melawan adat, ditolak oleh para tetua, seperti terlihat dalam kutipan berikut. 
Dengan wajah agak memerah, orang tua itu berucap, ”Kalian anak muda ini, tahu apa kalian tentang balian. Kalian lihat saja nanti, hutan dan kampung kita ini nantinya akan ditimpa bencana. Dan itu karena perempuan gila yang hendak menjadi balian.” Setelah membayar kopinya, lelaki tua itu pun pergi meninggalkan warung sambil menggerutu, ”Celaka… celaka… celaka.” (PB, paragraf 27). 
Kemampuan yang dimiliki tokoh utama, Idang, dianggap akan menimbulkan bencana bagi kampung. Hal itu disebabkan belum pernah terjadi sejak nenek moyang mereka perempuan menjadi balian. Perempuan hanya dapat menjadi asisten balian. Untuk itulah, hal yang dialami Idang merupakan sesuatu yang menyalahi adat. Itu akan menyebabkan kampung mendapat musibah atau celaka. 
Kecemasan Moral
Kecemasan moral, yaitu rasa takut terhadap suara hati, berupa merasa bersalah dan berdosa apabila melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral. 
Kecemasan moral tokoh utama dalam cerpen PB terlihat pada peristiwa yang dialami Idang. Dirinya mengalami mimpi tentang ular dan ayahnya. Bahkan dunia dalam mimpinya itu menjadi dunia tempat dirinya bermain-main. Akan tetapi, perilaku Idang dianggap orang sesuatu perilaku salah dan gila, seperti terlihat dalam kutipan berikut. 
”Aku banyak menemukan makhluk-makhluk aneh di sana. Mereka bersahabat,” ceritanya kepada teman-teman sebaya, yang karena cerita semacam itu pula menyebabkan ia perlahan-lahan dijauhi teman-temannya. Namun ia mengaku tak pernah merasa kesepian. ”Teman-temanku di dunia lain jauh lebih banyak,” seseorang bercerita kepadaku menirukan ucapannya (PB, paragraf 3) 
Idang, tokoh utama, mengalami kecemasan moral, dirinya menjadi dijauhi teman-temannya karena dirinya asik dengan mimpi dan dunianya. Hal ini menyebabkan diri, Idang, menjadi suka menyendiri dan pendiam, agar tidak disalahi dan dianggap Idang,tokoh utama mengalami kecemasan moral, dirinya menjadi dijauhi teman-temannya karena dirinya asik dengan mimpi dan dunianya. Hal ini menyebabkan diri, Idang, menjadi suka menyendiri dan pendiam, agar tidak disalahi dan dianggap perilaku kurang waras. 
Berdasarkan paparan analisis kecemasan tokoh utama dalam cerpen PB didapat bahwa kecemasan realistik yang dialami tokoh utama dalam adalah dirinya masih membutuhkan orang lain untuk berbagi dan bercerita. Dirinya juga masih membutuhkan kasih sayang dari orang lain. Kecemasan neurotik terhadap tokoh utama dalam cerpen PB didapat bahwa Idang yang menjelma menjadi seornag balian, dukun perempuan, membuat dirinya semakin dijauhi oleh orang lain. Karena profesi dukun, belum pernah dipegang oleh perempuan. Hal itu dianggap melanggar adat. Apalagi, perilakukanya sering bercerita tentang mimpi dan dunia yang orang lain tidak memahaminya membuat dirinya dijauhi. Idang sering menyendiri dan hidup hanya ditemani seorang nenek dari pihak ibunya.
Kecemasan moral terhadap tokoh utama dalam cerpen PB didapat bahwa tokoh utama mendapat tekanan dalam dirinya untuk mengubah sikap dan per-buatannya. Perbuatannya menjadi balian bukanlah sesuatu yang melanggar adat. Akan tetapi, karena ketidakterimaan kaum balian tetua menjadikan balian perempuan dikucilkan dan di-anggap akan menghadirkan bencana. Hal itu menyebabkan tokoh lain tidak dapat menerimanya.

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dalam cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly merupakan peristiwa yang merupakan gambaran dari proses penyelesaian konflik, dimana karakter aku tidak mampu untuk mengetahui maksud dari perkataan lelaki tua bahwa akan datang bencana pada hutan, padahal dia tahu hutan tersebut akan dijadikan tambang emas.
Struktur kepribadian tokoh dalam cerpen tersebut memiliki unsur id, ego, dan superego. Dimana kepribadian tersebut memengaruhi tingkah laku, pola pikir, dan kejiwaan tokoh dalam cerpen tersebut. Tokoh dalam cerpen  memiliki id yang kuat sehingga cenderung ingin melepaskan diri dari segala permasalahannya yang mereka rasakan dalam hidup tanpa melihat realita yang ada. Mekanisme pertahanan ego dalam cerpen tersebut berupa represi, proyeksi, dan pembentukan reaksi.
Dalam cerpen tersebut jugaditemukan gejala-gejala kecemasan tokoh utama Idang, yaitu perilaku terguncang, berperilaku liar, bersikap ganjil, dan aneh, seingga ia dianggap tidak waras. Faktor yang menyebabkan gejala kecemasan tersebut ialah faktor keluarga dan faktor sosial. Kecemasan tokoh utama tersebut berupa kecemasan realistic, yang berkaitan dengan tekanan fisik dan kecemasan moral, yang berkaitan dengan suara hati (rasa bersalah atau berdosa karena berbuat sesuatu yang melanggar norma, moral, dan agama). Hal ini menjadikan tokoh utama mengalami tekanan jiwa yang dalam.

DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwandi. 2003 .”Penelitian Psikologi Sastra” dalam Metodologi Penelitian Sastra;
Epistemologi, Model,, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta. Widyatama
Firly, Sandi. “Cerpen Perempuan Balian” dalam Harian Kompas, 24 Juni 2014.
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor.
Nurgiyantoro, Burhan.2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.

Baca Juga: HakikatNabi Isra'miraj

Comments