1. Hadis Intervensi Malaikat Dalam Hubungan Seksual
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ وَوَكِيعٌ قَالَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي حَازِمٍ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ ,قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ عَلَيْهِ فَبَاتَ وَهُوَ غَضْبَانُ لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى يُصْبِحَ, قَالَ وَكِيعٌ عَلَيْهَا سَاخِطٌ
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami Al A'masy dan Waki' berkata; telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Hazim Al Asyja'i dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika seorang laki laki memanggil istrinya ke tempat tidur lalu ia enggan memenuhinya sehingga suaminya tidur dalam keadaan marah, maka para malaikat melaknatnya sehingga datang waktu subuh." Waki' menyebutkan, "Ia marah kepada istrinya. (HR. AHMAD – 9294)."
Takhrij Hadis (Hadis yang Sama)
No Nama kitab hadits Bab No Hadis
1 Shahih Bukhori An-Nikah 4795
2 Shahih Muslim An-Nikah 2594
3 Sunan Abu Daud An-Nikah 1829
4 Musnad Imam Ahmad Dzikr al-Malaikat 7159, 8224, 8652, 4, 9664, 9835, 10313, 10524
2. Kualitas Hadis
Dengan melihat sumber rujukan hadis ini, mayoritas ulama menyatakan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ini adalah sahih. Setidaknya dalam kritik sanad, ia telah dianggap layak, benar dan valid (sahih).
Ibn Hajar al-’Asqallani dalam kitab Fath al-Bari mendukung penuh kesahihan hadis ini. Baginya, ada beberapa hadis lain yang memperkuat hadis di atas. Yaitu: riwayat Muslim dari Abi Hazim: “Demi Zat yang menguasai diriku, seseorang yang memanggil istrinya ke ranjangnya (berhubungan intim), lalu sang istri menolaknya, sungguh semua yang berada di langit mengutuk istri tersebut sampai sang suami memaafkannya”.
3. Asbabul Wurud Hadis
Sebenarnya, tidak ada situasi khusus yang membuat hadis ini ada. Akan tetapi, kita bisa mengetahuinya dari situasi sosio-historis nya pada saat hadi itu ada.
Hadis diatas berkaitan dengan budaya pantang ghilah (bersetubuh dengan istri saat hamil atau menyusui) yang sangat kuat di kalangan wanita arab. Budaya ghilah ini sudah terjadi sejak masa jahiliah dan hal ini tidak menjadi masalah, karena pada masa itu poligami tidak dibatasi. akan tetapi setelah islam datang, poligami diatur sedemikian rupa dan dibatasi hanya dengan empat orang istri. Sehingga budaya ghilah ini dianggap mempersulit laki-laki arab. Oleh karena itu, Nabi pernah bermaksud untuk melarang atau mengurungkan budaya ghilah tersebut, setelah mengetahui bahwa hal itu tidak menimbulkan hal buruk bagi anak-anak yang dilahirkan.
4. Isi Kandungan Ayat
Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Fath al-Bari, hadis ini menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, tidak menunaikan kewajiban kepada suami, baik yang berkaitan dengan pelayanan maupun penjagaan harta, bisa mendatangkan murka Allah, kecuali jika suami memaafkannya. Kedua, para malaikat akan mendoakan kejelekan bagi orang yang berbuat maksiat selama ia melakukannya. Mereka juga akan mendoakan kebaikan bagi orang yang taat selama ia melaksanakan ketaatan. Ketiga, nasihat agar membantu suami dan mencari keridhaannya. Hal itu karena kemampuan laki-laki untuk menahan dorongan hasrat lebih rendah daripada perempuan. Keempat, adanya godaan yang sangat besar bagi suami yang tidak menyalurkan kebutuhannya kepada istri. Karena itu, syariat mendorong istri untuk membantu suami dalam hal ini. Kelima, pemenuhan syahwat bisa meneguhkan ketaatan kepada Allah dan bersabar dalam beribadah kepada-Nya. Karena itu, para malaikat akan melaknat orang yang membuat marah hamba-Nya dengan menghalangi penyaluran syahwat nya.
5. Kontekstualisasi Hadis
Hadis mengenai laknat malaikat kepada istri yang menolak ajakan suami ini, sebenarnya lebih menekankan kepada totalitas ketaatan seorang istri kepada suaminya. Akan tetapi, hadits ini tidak boleh dijadikan sebagai alat justifikasi otoritas para suami kepada istrinya untuk mengatur seenaknya tanpa memperhatikan kondisi yang dialami oleh istri dengan dalih ketaatan pada suami.
Oleh karena itu dalam memahami hadis tersebut kita harus melihatnya dari berbagai sisi, setelah sebelumnya sudah dibahas mengenai asbab al-wurud hadis ini, selanjutnya kita harus mengintegrasikan nya dengan ayat al-Quran yang membahas tentang seksualitas, seperti yang terdapat dalam Q.S al-Nisa’ ayat 19 : “Dan pergaulilah mereka (istrimu) dengan cara yang baik”, dengan ayat tersebut maka sudah jelas bahwa seorang suami tidak boleh semena-mena terhadap istrinya dalam masalah seksualitas. Selanjutnya, secara bahasa kata yang digunakan untuk menunjukkan arti mengajak adalah kata “da’a” (dakwah) yang mempunyai arti mengajak dengan cara yang baik. Dan kata yang digunakan untuk menolak adalah “fa’abat” yang jika dikaitkan dengan Q.S al-Baqoroh ayat 34 tentang penolakan iblis untuk sujud kepada Adam, maka kata itu mempunyai arti enggan dan takabur. Selanjutnya, jika ditinjau dari pendekatan usul fikih menggunakan kaidah ¬dalalah ad-adalalah maka laknat malaikat ini juga akan berlaku pada seoarang suami, dan hal ini dipandang lebih adil.
Setelah melihat beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa laknat malaikat akan benar-benar terjadi jika suami sudah mengajak istri dengan cara yang baik tetapi seorang istri menolaknya dengan tanpa alasan (sakit, haid, dll), dan hukum ini juga berlaku bagi para suami. Selanjutnya, makna laknat malaikat sendiri dalam hadis tersebut adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan bisa berubah menjadi biasa jika kedua belah pihak saling mengerti dan terbuka masalah seksual dan juga adanya kesadaran bahwa masing-masing memiliki kebutuhan seksualitas yang harus dipenuhi.
Comments
Post a Comment