GAYA PENGANTIN BASAHAN SURAKARTA DAN YOGYAKARTA

GAYA PENGANTIN BASAHAN SURAKARTA DAN YOGYAKARTA, blogspot.com
BAB I
PENDAHULUAN



LATAR BELAKANG 
Menurut sejarah, adat istiadat tata cara pernikahan jawa itu berasal dari keraton. ‘’Tempo doeloe’’ tata cara adat kebesaran pernikahan jawa itu, hanya bisa atau boleh dilakukan di dalam tembok-tembok keraton atau orang-orang yang masih keturunan atau abdi dalem keraton, yang di Jawa kemudian dikenal sebagai priyayi. Ketika kemudian Islam masuk di keraton-keraton di Jawa, khususnya di keraton Yogya dan Solo, sejak saat itu tata cara adat pernikahan Jawa berbaur antara budaya Hindu dan Islam. Paduan itulah yang akhirnya saat ketika tata cara pernikahan adat jawa ini menjadi primadona lagi. Khususnya tata acara pernikahan adat jawa pada dasarnya ada beberapa tahap yang biasanya dilalui yaitu tahap awal, tahap persiapan, tahap puncak acara dan tahap akhir. Namun tidak semua orang yang menyelenggarakan pesta pernikahan selalu melakukan semua tahapan itu. Beberapa rangkaian dari tahapan itu saat ini sudah mengalami perubahan senada dengan tata nilai yang berkembang saat ini. Di zaman dahulu setiap pasangan yang ingin mencari jodoh, tahap awal mereka biasanya mengamati dan melihat lebih dulu calon pasangannya. Akan tetapi pada saat ini sudah tidak diperlukan lagi. Sebelum pernikahan anak-anak pada umumnya mereka sudah mengenal satu sama lain dan berteman sudah cukup lama. Zaman dahulu acara lamaran dimaksudkan untuk menanyakan apakah wanita tersebut sudah ada yang memiliki atau belum, kini acara lamaran hanyalah sebuah formalitas sebagai pengukuhan, bahwa wanita itu sudah ada yang memesan untuk dinikahi. Saat ini juga sangat jarang bagi kedua calon mempelai untuk menjalani upacara pingitan. Semakin hari semakin lama zaman sudah sangat berubah dimana lakilaki dan perempuan mempunyai peluang yang sama untuk berkarir. Sebagai insan karir mereka tentu tidak mungkin berlama-lama cuti hanya untuk menjalani pingitan, atau tidak saling bertemu di antara kedua mempelai. Selain itu, sebagai calon pengantin yang menjadi ‘’pelaku utama’’ dalam ‘’drama’’ upacara pernikahan itu, mereka tidak mungkin hanya berpangku tangan dan menyerahkan semua urusan kepada kedua orang tua, panitia, ataupun organisasi pernikahan. Mereka juga ingin agar pestanya itu berjalan sukses, 21 sehingga mereka pun harus turut aktif membantu persiapan yang sedang dilaksanakan. Tapi bukan berarti rangkaian tata cara pernikahan tradisional yang kini marak lagi itu hanyalah sebuah tata cara formalitas saja. Hingga saat ini masih banyak orang yang tertarik menyelenggarakan tahapan-tahapan upacara ritual pesta pernikahan gaya ‘’tempo doeloe’’ secara utuh dan lengkap.
 
TUJUAN
1. Mengetahui teori tentang gaya pengantin basahan
2. Mengetahui artefak dari gaya pengantin basahan
3. Mengetahui social kemasyarakatan yang menggenakan gaya pengantin basahan
4. Mengetahui persamaan dan perbedaan gaya pengantin basahan

MANFAAT

Agar kita dapat mengetahui adat pernikahan di tanah Jawa dan dapat melestarikannya dengan baik.
 
BAB II
ISI

Gaya pengantin Basahan Surakarta
 
G:\Materi Semester I\Apresiasi Budaya\Makalah Gaya pengantin basahan\20161222142305.jpg
Busana dan rias pengantin Solo Basahan merupakan salah satu pakaian dan tata rias pengantin adat Jawa yang cukup populer di Solo dan Jawa tengah pada umumnya. Busana ini juga dikenal dengan sebutan dodot karena kedua mempelai mengenakan kain kemben panjang dan lebar bernama kain dodot/kampuh.
Penggunaan busana dan rias pengantin Solo Basahan ini ini bersumber dari tradisi Keraton. Pada jaman dahulu pakaian ini hanya boleh dikenakan dilingkungan dan oleh kerabat keraton, namun seiring perkembangan zaman, busana dan rias pengantin Solo Basahan dapat dikenakan oleh masyarakat. Hal ini hampir sama dengan berbagai motif batik yang dulunya sangat disakralkan kini dapat dipakai oleh masyarakat umum.
Busana dan rias pengantin Solo Basahan diciptakan bukan tanpa makna, busana dan tata rias ini memiliki arti filosofis sebagai simbol berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari setiap elemen tata rias dan busana yang ada merupakan sebuah doa dan harapan agar dalam menjalani hidup mampu membangun keluarga yang harmonis, bahagia, sejahtera, dan dapat hidup selaras dengan alam dengan berpegang teguh pada petunjuk Sang Maha Pencipta.
Merias pengantin Jawa khususnya Solo Basahan, menjadi satu hal yang penting untuk bisa menampilkan pamor kedua mempelai. Rias wajah yang berhasil biasanya akan mampu memunculkan aura baru pada pengantin wanita sehingga bisa tampil ceria dan secantik bidadari. Begitu pula dengan pengantin pria, dengan didukung busana seorang raja ia bisa tampil lebih gagah, elegan dan berwibawa

Tata Urutan Upacara Pengantin
Pada umumnya masyarakat Surakarta untuk melaksanakan perkawinan perlu persiapan antara lain :
Madik
Pada zaman dahulu “madik” dilaksanakan oleh orang tua, pada saat upacara perkawinan orang tua telah menemukan gadis yang dipadik dan ternyata cocok untuk dijodohkan dengan putranya. Maka segera diadakan penelitian melalui utusan (Duta) untuk mengetahui asal-usul dan data-data yang baik dan cocok serta memenuhi persyaratan. Maka orang tua memberi tahu putranya bahwa telah mendapatkan padikan. Terserah putranya dapat menerima atau tidak penawaran tersebut. Untuk mengetahui lebih jauh tentang keadaan calon yang ditunjuk oleh orang tuanya diadakan suatu acara “nontoni”.

Nontoni
Nontoni adalah menyaksikan dari dekat calon pasangan yang telah dipadik. Acara nontoni ini dapat dilakasnakan dengan sengaja dalam pesta kecil yang dihadiri kedua belah pihak keluarga untuk saling menyaksikan calon pasangan dari dekat. Apabila dalam acara nontoni telah dicapai kesepakatan antar keluarga, maka sehera dilanjutkan dengan lamaran.

Lamaran
Lamaran ialah mengajukan permohonan secara tertulis yang biasa disebut Surat Lamaran. Surat lamaran ini dibuat oelh calon pengantin laki-laki yang ditujukan kepada calon pengantin putri. Surat lamaran ditulis dengan tangan bahsa Jawa. Biasanya memakai kata-kata mutiara yang bagus selalu merendahkan diri.
Misalnya dengan kata-kata ngembun-ngembun enjing, enjajawah sonten untuk istilah meminang. Setelah kira-kira setengah bulan, pihak calon pengantin harus memberikan jawaban tertulis kepada orang tua calon pengantin pria. Apabila jawaban itu berisi berita yang mengabulkan lamaran, maka segera diatur waktu dan persiapan untuk pembicaraan upacara Srah-srahan atau Pemingset.
Upacara Srah-srahan atau Pemingset
Penyerahan dari keluarga calon pengantin putra kepada orang tua calon pengantin putri. Adapun benda-benda yang dibawa oleh keluarga pihak calon pengantin pria adalah :
a. Pisang Ayu ( Pisang Raja ) dan Suruh Ayu ( Sirih ) sebagai lambang Sadya Rahayu, yang artinya pengharapan akan datangnya kesejahteraan setelah hari perkawinan.
b. Dua buah Jeruk Gulung ( Jeruk Getri ), merupakan lambang tekad bulat untuk mengarungi perkawinan.
c. Dua buah Cangkir Gading ( Kepala Muda warna Kuning ), merupakan lambang ketetapan hati dan pikiran untuk melaksanakan perkawinan.
d. Dua batang Tebu Wulung ( ungu ), merupakan lambang ketetapan kalbu atau hati.
e. Kain Batik Tradisonal motif Sido Mukti, Sido Luhur, Sido Mulyo, merupakan lambang cita-cita yang mulia / luhur.
f.  Kain Batik Motif untuk Ayah dan Ibu, yang mengandung arti turun-temurun atau berkembang.
g. Kain pamesing, berupa kain putih polos untuk nenek.
h. Dua kepal Nasi Golong, merupakan lambang kesepakatan ( Gamolong ).
i. Jadah, Jenang, dan Wajik, merupakan lambang kemakmuran keluarga setelah melaksanakan perkawinan.
j. Empon-empon, Jahe, Kunyit, dan Kencur, merupakan lambang kesatuan yang menyertai kehidupan keluarga.
k. Stagen warna Putih dari bahan Lawe, merupakan lambang kemakmuran sandang yang menyertai kehidupan keluarga.
l. Cincin emas, merupakan lambang ikatan antara pengantin pria dan wanita.
Di samping itu dalam upacara Srah-srahan juga sering ditambah dengan macam-macam pakaian dan perhiasan menurut kemampuan masing-masing atau yang sering disebut Obon-obon.
Upacara Pasang Tarub
Untuk melaksanakan Upacara Perjamuan Pengantin. Pihak yang gawe pada umumnya mendirikan tarub. Pembuatan tarub ini dilaksanakan pada hari ketujuh, lima atau tiga hari sebelum acara “sangat” atau kepastian acara perjamuan dilaksanakan. Acara “sangat” atau kepastian acara perjamuan dilaksanakan. Bahannya terbuat dari daun Nipah atau Daun Kelapa namanya Bertepe untuk atapnya, Bambu Wulung, untuk tiang-tiangnya. Kalau tarub sudah jadi di sekitaya diberi hiasan berupa plisir gula kelapa terbuat dari bahan dua macam warna, merah dan putih yang mempunyai arti merah : berani, putih : suci.
Pasang Tuwuhan
Setelah tarub jadi, pada kanan kiri pintu dipasang tuwuhan. Tuwuh yang artinya tumbuh, bahannya terdiri dari :
a. Satu batang Pisang Raja yang masih lengkap dengan satu tandan pisangnya dipasang di sebelah kanan pintu.
b. Satu pasang Pisang Sulut, juga masih lengkap dengan satu tandan pisangnya di sebelah kiri pintu.
c. Satu janjang cengkir gading, satu janjang cengkir kelapa hijau, masing-masing dipasang pada sebelah kanan dan kiri pintu.
d. Dua batang Tebu Wulung, masing-masing juga dipasang pada sebelah kanan dan kiri pintu.
e. Dua ikat padi dan lima macam daun-daunan, yaitu Daun Kluwih, Daun Dadap Serep, Daun Alang-alang, Daun Nanas, dan Daun Pop-opo.
f. Janur Kuning dipasang melingkar-lingkar di atas Regol ( Pintu Masuk ). Hal ini dipergunakan sebagai tanda bahwa tempat itu sedang mengadakan Perjamuan Mantu, supaya tamu tidak keliru dan mempermudah untuk mencarinya ( tanda ).

6. Upacara Siraman
Upacara Siraman ini dilaksanakan sehari sebelum hari menikah, maksudnya untuk mensucikan calon pengantin. Waktu yang baik untuk siraman adalah pada jam 11. 00 WIB. Upacara siraman ini bukan hanya calon pengantin putri saja, tetapi untuk pengantin pria. Waktunya bersamaan, hanya tempatnya yang berbeda.
Yang memandikan adalah para pinisapuh yang masih genap bersuami istri dan sejahtera hidupnya, supaya dapat menuruni / meneruskan kebahagiannya kepada calon pengantin. Yang memandikan berjumlah ganjil 7-9, yang terakhir juru rias menguyur dengan air kandi.kemuadian kandi dipecah sambil mengucapkan “calon pengantin wis pecah pamore”.
Adapun bahan untuk siraman adalah sebagai berikut :
a. Air tawar atau hangat yang telah ditaburi Bunga Telon.
b. Dua buah Kelapa Gading yang diikat jadi satu dimasukkan dalam bak mandi.
c. Mengir untuk mebersihkan badan.

7. Upacara Adata Dawet ( Jual Dawet )
Upacara Jual Dawet ini dilaksanakan selesai siraman. Menjual Dawet itu dilakukan oleh Ibu Calon Pengantin dipayungi oleh calon pengantin. Para tamu membeli Dawet dengan menggunakan kereweng atau pecahan genteng sebagai uang. Setelah itu uang dimasukkan dalam kandi dan disimpan dalam pendaringan atau tempat beras.
Upacara Tradisional adat Dawet yang mengesankan ini memang sulit untuk dilupakan. Dawet melambangkan “kemruwet” berdesakan, ini mengandung harapan agar pada upacara perjamuan tamu-tamu banyak yang datang.

8. Upacara Midodoren ( Midodoreni )
Malam Midodoreni merupakan malam Tirakatan, tidak ada gamelan yang dibunyikan, tidak ada tarian, dan tidak aada atraksi. Sesudah siraman, calon pengantin putri sudah dikerik dan dihalub-halubi, dirias, lotha dioleskan dengan welat / paes berwarna hijau, disanggul dengan konde, kemudian memakai Kain Sawitan ( kain dan kebaya sama ). Sawitan dipakai selama menunggu hari panggih.
Pada malam Midodoreni, pengantin putri yang telah dirias duduk di depan Krobongan di dalam Keputren yang dinamakan Prubo Suyoso, ditemani sanak keluarga, dan para pini sepuh. Dalamkeheningan, diadakan pembacaan Macapat, Wulang Rah atau aneka Kidungan.

9. Upacara Panggih
Upacara Panggih dilaksanakan pada waktu sesudah Maghrib (surup), karena mempunyai makna pertemuan antara siang dan malam. Tempat untuk panggih di tengah-tengah pintu di bawah olang-olang. Sebelum pengantin kedua sampai di tempat panggih, didahului dengan balang-balangan gantel.
Gantel berjumlah 4 buah, masing-masing dua buah, yang namanya Gendang asih dan gendang tukar. Pengantin Putri melempar 2 kali sasaran pria yang artinya tunduk dan berbakti kepada suami. Pengantin Pria juga 2 kali sasaran jantung yang artinya melempar kasih sayang serta meberi pitutur / nasehat kepada istri.
Selanjutnya Pengantin Pria menginjak telur dan Pengantin Putri membasuh kaki yang digunakan untuk menginjak telur. Sesudah upacara panggih, kedua pengantin bergandengan jari kelingking, berjalan menuju krobongan.

10. Upacara Krobongan
Urutan-urutan upacara Krobongan adalah sebagai berikut :
a. Sungkem dari pengantin putri kepada pengantin pria. Walaupun pria itu buka bangsawan, maksudnya istri harus berbakti kepada suami.
b. Tompo koyo / kacar kucur.
c. Minum rujak dengan Kelapa Muda dan Wedang Tape Ketan.
d. Nimbang yang dilaksanakan oleh orang tua pengantin.
e. Sungkem kepada kedua orang tua pengantin.
f. Dahar Klimah dilaksanakan di Kamar Pengantin secara tertutup. Masing-masing membuat tiga kepalan Nasi Punar. Nasi kepalan Pengantin Putri dimakan Pengantin Pria dan nasi kepalan Pengantin Pria dimakan pengantin Putri.

B. Tata Rias Pengantin
 Tata rias pengantin basahan gaya Surakarta meliputi sebagai berikut :
Tata Rias Wajah
Tata rias wajah dilaksanakan oleh perias atau juru paes menggunakan pupur tradisional, pada bagian mata cukup dengan selak alis dibentuk “menjangan ranggah” yang ditulis menggunakan pensil alis. Konon pada waktu itu sekalipun pensil alis termasuk istimewa, di Keraton tersedia.
Perang / Pemerah pipi tidak digunakan.sebagai pemerah bibir dipakai gincu atau benges, yaitu semacam kertas berlipat-lipat yang bagian dalamnya berwarna merah dengan cara memakainya dioleskan pada bibir ( abad 14 ).
Menurut sejarah, wanita-wanita Indonesia bagian barat dilukiskan sebagai wanita yang berkulit langsat.
Di dalam dongeng / puisi-puisi tentang lukisan wanita yang cantik selalu berkulit “nemu-giring”, yaitu kuning kehijauan.
Dan sampai sekarang warna kulit itulah yang menjadi idaman seorang wanita Indonesia, khususnya suku Jawa. Oleh karena itu rias wajah pengantin selalu diusahakan mendekati warna kulit yang sempurna idaman wanita Jawa, yaitu kuning kehijauan.
Setelah kulit wajah dirias dengan warna tersebut, mulailah mata dirias terlebih dahulu dengan membuat alis berbentuk “menjangan ranggah” berwarna hitam, karena pada umumnya rambut orang Jawa adalah hitam. Kemudian digunakan perang mata berwarna natural, misalnya coklat, hijau muda atau kuning muda, sehingga mata kelopak menjadi lebih indah atau cemerlang. Untuk tata rias mata ini sekarang dapat dipergunakan kosmetik modern yang lebih mudah diterapkan, misalnya saja dengan “eye liner” atau celak mata cair, dan mascara sebagai pelentik bulu mata.
Pemerah pipi yang dulunya tidak ada, kini boleh dipakai secara samar-samar untuk membuat kesan pipi sehat, yaitu berwarna kemerah-merahan, sehingga dengan demikian bentuk pipi terlihat sempurna.Pemulas bibir berwarna merah sirih supaya tidak menyimpang dari warna tradisonalnya.
Untuk tata rias wajah ini memang diperlukan keterampilan dan perasaan peka, agar wajah penganti menampilkan citra yang halus, anggun, dan mempesona, berselera ketimuran. Sekalipun menggunakan alat-alat rias modern.
Apabila tata rias wajah telah selesai dikerjakan, dimulailah melukis dahi dengan paesan pengantin.
Tata Rias Dahi ( Paes )
Seni paes dahulu merupakan seni yang diajarkan secara turun-temurun, dengan cara membuat lukisan pada dahi pengantin dengan perasaan seni mendalam.
Jadi tidak seperti sekarang di mana paes pengantin dibuat dengan menggunakan ukuran bahkan kadang-kadang dengan pertolongan benang untuk memperoleh hasil yang simetris dan tepat.
Tugas juru paes atau perias penganten hanya terbatas hanya merias pengantin putri saja, sedangkan pengantin pria ditangani juru rias pria.
Pada waktu ini seorang juru paes merangkap membuat sajen, sekaligus merias pengantin putri dan pria, menjadi dukun pengantin, dan kerap kali bertindak sebagai panitia urusan upacara pengantin.
Tata Rias Dahi ( Cengkorongan ) sebelum diwarnai dengan “lotha” yaitu ramuan khusus sebagaimana diuraikan sebelumnya yang antara lain terbuat dari bahan malam “kate” minyak jerak dan pipisan daun dondonggula dan seterusnya.
Paes ini terbagi menjadi :
a. Gajah      :  bagian tengah dahi berbentuk seperti pangka telur bebek.
b. Pengapit :  bagian atau kiri gajah berbentuk ngudup kanthil.
c. Penitis    :  bagian sisi atas gajah, berbentuk seperti ujung telur bebek.
d. Godheg  :  bagian muka daun telinga berbentuk cambang yang indah seperti mongot.
Besar dan perbandingan masing-masing bentuk paes pada dasarnya tergantung pada bentuk muka dan kepala penganten. Dalam hal ini bagi para perias yang sudah mahir akan dapat membuatnya dengan perasaan. Cengorongan inilah yang kemudian diisi dan diwarnai latha.
Pada masa dulu, wajah yang sudah dipaes selama dalam midodoreni tidak boleh dihapus dan pada pagi harinya hanya di”tambal“, diperbaiki atau disempurnakan di sana-sini saja. Sesudah itu pengantin mengikuti semua upacara pernikahan sampai selesai dan barulah paes dihapus.
Memang demikian pengantin putri pada pagi hari itu hanya mandi sebatas leher saja, dan setelah paes selesai, di tengah dahi antara wajah dan pangkal hidung dihiasi Citok, yaitu Daun Sirih yang dibuat seperti bentuk wajik kecil.
Tata Rias Rambut
Sesudah wajah selesai dirias, maka rambut pengantin disisr ke belakang membentuk sanggar dengan cara menyisir perlahan rambut yang tumbuh di atas telinga ke arah atas (ubun-ubun). Kemudian dengan menggunakan Ibu Jari rambut tersebut didorong ke depan sehingga membentuk sunggar yang dimaksud tadi, lalu dijepit dengan rambut.
Selanjutnya rambut di bagian tengah atas dahi diambil / disisir selebar 2 jari untuk “langsing” yaitu penguat sanggul. Jika rambut panjang diambil sedikit saja tetapi jika pendek terpaksa diambil sampai kira-kira di tengah kepala atau secukupnya.
Setelah itu semua rambut diikat denga tali dan dilengkapi sebuah rajut panjang berisi irisan halus Daun Pandan wangi yang dibentuk bulatan dan berlubang di tengahnya.
Lubang di tengah bulatan ini gunanya untuk dimasuki rambut yang telah diikat tadi dan selanjutnya rambut disisir menutupi seluruh pandan.
Dengan hornal dan jepit rambut, sanggul dikuatkan kedudukannya agar tidak mudah lepas dan terurai. Sedang lungsen ditarik perlahan ke belakang untuk mengetatkan sanggul.
Setelah ditutup dengan rajut halus, diberi hiasan rangkaian Bunga Melati berbentuk segi empat besar yang kiranya cukup untuk membungkus seluruh sanggul tersebut, karena bentuknya yang mirip sebuah bokor, maka sanggul semacam ini diberi nama “ “Ukel Bokol Mengkurep”.
Selasai membuat sanggul dimulailah membuat hiasan rambut bagian berupa “canthung”. Canthung untuk pengantin basahan sebenarnya dibuat dari rambutnya sendiri yang kemudian diberi pradha. Bentuk canthung menyerupai sebuah kipas dan terletak di pangkal kedua pengapit.
Sebagai penyelesaian / pelengkap canthung ini di bagian tepinya dihiasi sekuntum bunga Melati yang setengah mekar. Untaian bunga Melati yang disebut “tiba dada” dipasang pada sanggul di sebelah kanan atas dan menjuntai ke bawah.
Adapun perhiasan pengantin putri adalah sebagai berikut :
a. Sebuah cunduk jungkal / sisir hias
b. 11 buah cunduk mentul / kembang goyang, yang terdiri atas :
· 1 cunduk mentul kupu ageng ( kupu-kupu besar )
· 1 pasang cunduk mentul sekar srengese ( bunga Matahari )
· 1 pasang cunduk mentul kupu alit ( kupu-kupu kecil )
· 1 pasang cunduk mentul sekar sruni ( bunga seruni )
· 1 pasang cunduk mentul lima ( gajah )
· 1 pasang cunduk mentul menjangan ( kijang )
c. 1 buah peniti hias untuk dipasang di tengah belakang sanggul
d. 1 pasang hiasan “sokan” diletakkan di kiri dan di kanan sanggul. Perhiasan ini berbentuk persegi panjang dengan bunga-bungaan kecil yang dapat bergoyang.

C.    Tata Busana Pengantin
1.  Busana Basahan Putri
Yang dimaksud dengan busana basahan adalah busan yang terbuat dari kain mori halus yang dicelupkan dalam dua warna, yaitu hitam dan putih atau hijau dan putih, kemudian dilukis dengan bhan perada yaitu cat emas ( bahsa Jawa : pradha ). Pada kain batik ini dilukis hewan-hewan hutan seperti kijang, kalajengking, kupu-kupu, mimi, dan mintung, dan sebagainya yng bentuknya serba indah, artistik, dan bukan hewan besar-besar. Sebaliknya sekarang acap kali kita melihat kain “drodhot” atau “kampuh” semacam itu dilukisi hewan-hewan hutan yang besar-besar, sehingga tampak “seram”, menakutkan, misalnya, gajah, harimau, naga, dan sebagainya. Demikian juga warnanya bermacam-macam.
Panjang kain “kempuh” untuk pengantin putri adalah 4½ meter dan lemarnya dobel, sehingga seluruhnya ada 8 kacu.
Warna yang dianggap baik di lingkungan kraton adalah :
· Bangun tulak ( hitam kebiruan dan putih )
· Gadhug Mlati ( hijau tua dan putih)
“kampuh” atau dhodhot semacam itu disebut alas-alasan. Mungkin karena lukisannya terdiri dari hewan-hewan hutan.
Cat emas yang dipakai sangat baik mutunya sehingga tida rontok da mengelupas selama puluhan tahun, tidak seperti cat emas jaman sekarang.
Sebelum pengantin putri dibusanani terlebih dahulu dirias wajahnya ditata rambutnya.
2. Busana Basahan Putra
Sejak jaman dahulu, pengantin pria sebelum dibusanai kempuh, tubuhnya diolesi dengan boreh, yaitu bagian badan atas, tangan, dan jari-jari kaki mulai dari mata kaki sampai ke jari-jari kaki.
Demikian pula wajahnya tidak luput dari tata rias dengan bedak atau pupur sekedar untuk menyesuaikan warna kulit muka dengan tubuh yang telah diborehi.
Alis mata jika bulu-bulunya cukup tebal hanya disikat dengan sikat alis supaya tampak rapi. Sebaliknya jika bulunya jarang atau tipis, dipertebal menurut bentuk alisnya dengan pensil alis berwarna hitam, agar tidak kelihatan karena pengaruh bedak tadi.
Sebuah celana panjang yang terbuat dari cinde sutra seperti kain cinde pengantin putri, adakalanya di bagian bawah kaki diberi serad / plisir emas.
Kain dhodhot / kempuh yang dipakai adalah jenis alas-alasan yang serupa dengan pengantin putri, dan secara “ngumber kunco” khusus untuk pria ( bukan ngumber kunco seperti yang dipakai putri ).
Adapun corak kain kempuh alas-alasan untuk pria gambarnya agak lebih besar daripada kempuh untuk puteri. Panjangnya +5 meter. Ungkup : dipakai sebagai ikat pinggang, terbuat dari pita emas selebar 4 cm, dan dilapisi kain beludru atau sutra merah.
Sebagai ikat pinggang, ungkup dilengkapi dengan 3 (tiga) buah lidah-lidahan terbuat dari bahan dan warna yang sama ujungnya dihiasi rambai-rambai emas. Dari ketiga lidah-lidahan yang menggantung ke bawah, 2 di antaranya berada di belakang, sedang sebuah di pakai di muka tengah (di bawah timang).
Kuluk methak : yaitu kuluk dengan methak berwarna putih kebiru-biruan dipakai sebagai penutup kepala (topi).
Kuluk methak berwarna putih seluruhnya biasanya dipakai untuk ijab kabul.
Keris / wangkingan : kelung ulur emas dengan singgetan, karset, timang kretes, yaitu timang bermata berlian.
Bunga : 2 kuntum bunga melati untuk sumping telinga kiri dan kanan.
1 untaian buntel yang terbuat dari dedaunan, bunga melati dan kanthil.
Cara Mengenakan busana :
·  Celana panjang cinde dikenakan seperti memakai celana biasa.
·   Sebuah stagen dililitkan pada pinggang sebagai alas pemakaian kain kampih agar kelihatan rata dan rapi.
·   Memakai kain kampuh ngumbar kunca khusus untuk pria.
·   Memasang ungkup dan timang.
·   Memakai buntel.
·   Memasang kuluk menthok, keris, dan gambyok keris serta sumping melati.
·   Memasang perhiasan berupa kalung ulur emas dengan singgatannya.
·   Memakai selup bila di luar keraton.

B. Gaya pengantin Basahan Yogyakarta
G:\Materi Semester I\Apresiasi Budaya\Makalah Gaya pengantin basahan\20161222142311.jpg
            Busana atau pakaian adat merupakan salah satu keanekaragaman budaya Indonesia. Busana merupakan ekspresi, citra, dan kepribadian bangsa, karena dari busana dapat tercermin norma dan nilai-nilai budaya suatu suku bangsa. Busana mempunyai bermacam-macam fungsi, antara lain busana berfungsi sebagai pelindung tubuh atau penutup tubuh, baik dari kotoran, sengatan dari hewan-hewan yang berbahaya, pelindung dari sengatan sinar matahari, serta pelindung dari suhu dingin. Fungsi lain dari busana adalah berfungsi sosial. Seiring berjalannya waktu serta dengan adanya kemajuan zaman yang lebih modern melahirkan masyarakat yang sangat bervariasi dan busana yang dikenakannya juga menjadi semakin lebih bervariasi. Variasi busana tersebut disesuaikan dengan beraneka ragam peranan manusia di dalam suatu kehidupan. Jadi, keanekaragaman tersebut berhubungan dengan macam status sosial tertentu.
Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral, agung, dan monumental bagi setiap pasangan hidup. Oleh karena itu, pengantin bukan hanya mengikuti agama dan meneruskan naluri pada leluhur untuk membentuk sebuah keluarga dalam ikatan hubungan yang sah antara pria dan wanita, tetapi juga memiliki arti atau makna yang sangat mendalam dan luas bagi kehidupan manusia di dalam kehidupan ( Artati Agoes, 2001: 10).
Di dalam kehidupan manusia, pernikahan merupakan tahapan yang sangat penting. Orang yang telah menikah secara otomatis akan mengalami perubahan status berkeluarga yang selanjutnya akan mendapat pengakuan sebagai keluarga baru dengan segala konsekuensi dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Agar keluarga baru yang dibentuk dalam pengantin mencapai kebahagiaan lahir dan batin dalam kehidupan berumah tangga dilakukanlah berbagai macam upacara-upacara ritual di dalam sebuah acara pengantin. Upacara tersebut dalam budaya Jawa dilambangkan atau disimbolkan dalam busana pengantin yang dikenakan, tata riasnya, serta perhiasan yang dipakai pengantin lengkap dengan sarana dan prasarananya dalam bentuk sesaji maupun hiasan-hiasan ruangan tempat acara pengantin tersebut diselenggarakan (Kuswa Endah, 2006: 31).

Menurut sejarah, adat istiadat tata cara pengantin Jawa tersebut dahulunya berasal dari keraton. Tata cara adat kebesaran pengantin Jawa tersebut hanya dapat atau boleh dilakukan di dalam tembok-tembok keraton atau orang-orang yang masih keturunan atau abdi dalem keraton. Sampai kemudian Agama Islam masuk ke keraton-keraton di Jawa, khususnya keraton Yogyakarta dan Solo (Surakarta), dan sejak itulah tata cara adat pernikahan Jawa berbaur antara budaya Hindu dan Islam. Paduan itulah yang akhirnya turun-temurun sampai saat sekarang (Artati Agoes, 2001: 1-2).

Upacara pernikahan adat di Jawa dibedakan antara upacara pernikahan adat Yogyakarta dan perknikahan adat Surakarta atau Solo. Selain digunakan oleh masyarakat Yogyakarta dan Surakarta (Solo), dapat juga digunakan oleh masyarakat di luar kedua wilayah tersebut seperti di daerah Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan sebagainya. Dari kedua upacara pernikahan tersebut terdapat perbedaan yang jelas pada tata cara upacara pernikahan adat Yogyakarta dan Surakarta atau Solo tersebut. Selain itu juga masih terdapat perbedaan yang lain, seperti busana pengantin, bahasa yang dipakai dalam upacara pengantin, dan sebagainya.

Tata Urutan Upacara Pengantin

Pada adat Yogyakarta cara pernikahannya ada beberapa tahap

 Nontoni
Nontoni adalah upacara untuk melihat calon pasangan yang akan dikawininya. Dimasa lalu orang yang akan nikah belum tentu kenal terhadap orang yang akan dinikahinya, bahkan terkadang belum pernah melihatnya, meskipun ada kemungkinan juga mereka sudah tahu dan mengenal atau pernah melihatnya.
Agar ada gambaran siapa jodohnya nanti maka diadakan tata cara nontoni. Biasanya tata cara ini diprakarsai pihak pria. Setelah orang tua si perjaka yang akan diperjodohkan telah mengirimkan penyelidikannya tentang keadaan si gadis yang akan diambil menantu. Penyelidikan itu dinamakan dom sumuruping banyu atau penyelidikan secara rahasia.
Setelah hasil nontoni ini memuaskan, dan siperjaka sanggup menerima pilihan orang tuanya, maka diadakan musyawarah diantara orang tua / pinisepuh si perjaka untuk menentukan tata cara lamaran.

 Lamaran
Melamar artinya meminang, karena pada zaman dulu diantara pria dan wanita yang akan menikah terkadang masih belum saling mengenal, jadi hal ini orang tualah yang mencarikan jodoh dengan cara menanyakan kepada seseorang apakah puterinya sudah atau belum mempunyai calon suami. Dari sini bisa dirembug hari baik untuk menerima lamaran atas persetujuan bersama.
Upacara lamaran: Pada hari yang telah ditetapkan, datanglah utusan dari calon besan yaitu orang tua calon pengantin pria dengan membawa oleh-oleh. Pada zaman dulu yang lazim disebut Jodang ( tempat makanan dan lain sebagainya ) yang dipikul oleh empat orang pria. Makanan tersebut biasanya terbuat dari beras ketan antara lain : Jadah, wajik, rengginan dan sebagainya. Menurut naluri makanan tersebut mengandung makna sebagaimana sifat dari bahan baku ketan yang banyak glutennya sehingga lengket dan diharapkan kelak kedua pengantin dan antar besan tetap lengket (pliket,Jawa). Setelah lamaran diterima kemudian kedua belah pihak merundingkan hari baik untuk melaksanakan upacara peningsetan. Banyak keluarga Jawa masih melestarikan sistem pemilihan hari pasaran pancawara dalam menentukan hari baik untuk upacara peningsetan dan hari ijab pernikahan.

Peningsetan
Kata peningsetan adalah dari kata dasar singset (Jawa) yang berarti ikat, peningsetan jadi berarti pengikat. Peningsetan adalah suatu upacara penyerahan sesuatu sebagai pengikat dari orang tua pihak pengantin pria kepada pihak calon pengantin putri. Menurut tradisi peningset terdiri dari : Kain batik, bahan kebaya, semekan, perhiasan emas, uang yang lazim disebut tukon ( imbalan) disesuaikan kemampuan ekonominya, jodang yang berisi: jadah, wajik, rengginan, gula, teh, pisang raja satu tangkep, lauk pauk dan satu jenjang kelapa yang dipikul tersendiri, satu jodoh ayam hidup. Untuk menyambut kedatangan ini diiringi dengan gending Nala Ganjur . Biasanya penentuan hari baik pernikahan ditentukan bersama antara kedua pihak setelah upacara peningsetan.
Upacara Tarub
Tarub adalah hiasan janur kuning ( daun kelapa yang masih muda ) yang dipasang tepi tratag yang terbuat dari bleketepe ( anyaman daun kelapa yang hijau ). Pemasangan tarub biasanya dipasang saat bersamaan dengan memandikan calon pengantin ( siraman, Jawa ) yaitu satu hari sebelum pernikahan itu dilaksanakan.
Untuk perlengkapan tarub selain janur kuning masih ada lagi antara lain yang disebut dengan tuwuhan. Adapun macamnya :
Dua batang pohon pisang raja yang buahnya tua/matang.
Dua janjang kelapa gading ( cengkir gading, Jawa )
Dua untai padi yang sudah tua.
Dua batang pohon tebu wulung ( tebu hitam ) yang lurus.
Daun beringin secukupnya.
Daun dadap srep.
Tuwuhan dan gegodongan ini dipasang di kiri pintu gerbang satu unit dan dikanan pintu gerbang satu unit ( bila selesai pisang dan kelapa bisa diperebutkan pada anak-anak ) Selain pemasangan tarub diatas masih delengkapi dengan perlengkapan-perlengkapan sbb. (Ini merupakan petuah dan nasehat yang adi luhung, harapan serta do’a kepada Tuhan Yang Maha Kuasa ) yang dilambangkan melalui:
1 Pisang raja dan pisang pulut yang berjumlah genap.
2. Jajan pasar
3. Nasi liwet yang dileri lauk serundeng.
4. Kopi pahit, teh pahit, dan sebatang rokok.
5. Roti tawar.
6. Jadah bakar.
7. Tempe keripik.
8. Ketan, kolak, apem.
9. Tumpeng gundul
10. Nasi golong sejodo yang diberi lauk.
11. Jeroan sapi, ento-ento, peyek gereh, gebing
12. Golong lulut.
13. Nasi gebuli
14. Nasi punar
15. Ayam 1 ekor
16. Pisang pulut 1 lirang
17. Pisang raja 1 lirang
18. Buah-buahan + jajan pasar ditaruh yang tengah-tengahnya diberi tumpeng kecil.
19. Daun sirih, kapur dan gambir
20. Kembang telon (melati, kenanga dan kantil)
21. Jenang merah, jenang putih, jenang baro-baro.
22. Empon-empon, temulawak, temu giring, dlingo, bengle, kunir, kencur.
23. Tampah(niru) kecil yang berisi beras 1 takir yang diatasnya 1 butir telor ayam mentah, uang logam, gula merah 1 tangkep, 1 butir kelapa.
24. Empluk-empluk tanah liat berisi beras, kemiri gepak jendul, kluwak, pengilon, jungkat, suri, lenga sundul langit
25. Ayam jantan hidup
26. Tikar
27. Kendi, damar jlupak (lampu dari tanah liat) dinyalakan
28. Kepala/daging kerbau dan jeroan komplit
29. Tempe mentah terbungkus daun dengan tali dari tangkai padi ( merang )
30. Sayur pada mara
31. Kolak kencana
32. Nasi gebuli
33. Pisang emas 1 lirang
Masih ada lagi petuah-petuah dan nasehat-nasehat yang dilambangkan melalui : Tumpeng kecil-kecil merah, putih,kuning, hitam, hijau, yang dilengkapi dengan buah-buahan, bunga telon, gocok mentah dan uang logam yang diwadahi diatas ancak yang ditaruh di:
1. Area sumur
2. Area memasak nasi
3. Tempat membuat minum
4. Tarub
5. Untuk menebus kembarmayang ( kaum )
6. Tempat penyiapan makanan yanh akan dihidangkan.
7. Jembatan
8. Prapatan.
5. Nyantri
Upacara nyantri adalah menitipkan calon pengantin pria kepada keluarga pengantin putri 1 sampai 2 hari sebelum pernikahan. Calon pengantin pria ini akan ditempat kan dirumsh saudara atau tetangga dekat. Upacara nyantri ini dimaksudkan untuk melancarkan jalannya upacara pernikahan, sehingga saat-saat upacara pernikahan dilangsungkan maka calon pengantin pria sudah siap dit3empat sehingga tidak merepotkan pihak keluarga pengantin putri.
Upacara Siraman
Siraman dari kata dasar siram ( Jawa ) yang berarti mandi. Yang dimaksud dengan siraman adalah memandikan calon pengantin yang mengandung arti membershkan diri agar menjadi suci dan murni. Bahan-bahan untuk upacara siraman :
Kembang setaman secukupnya
Lima macam konyoh panca warna ( penggosok badan yang terbuat dari beras kencur yang dikasih pewarna)
Dua butir kelapa hijau yang tua yang masih ada sabutnya.
Kendi atai klenting
Tikar ukuran ½ meter persegi
Mori putih ½ meter persegi
Daun-daun : kluwih, koro, awar-awar, turi, dadap srep, alang-alang
Dlingo bengle
Lima macam bangun tulak ( kain putih yang ditepinnya diwarnai biru)
Satu macam yuyu sekandang ( kain lurik tenun berwarna coklat ada garis-garis benang kuning)
Satu macam pulo watu (kain lurik berwarna putih lorek hitam), 1 helai letrek ( kain kuning), 1 helai jinggo (kain merah).
Sampo dari londo merang ( air dari merang yang dibakar didalam jembangan dari tanah liat kemudian saat merangnya habis terbakar segera apinya disiram air, air ini dinamakan air londo)
Asem, santan kanil, 2meter persegi mori, 1 helai kain nogosari, 1 helai kain grompol, 1 helai kain semen, 1 helai kain sidomukti atau kain sidoasih
Sabun dan handuk.
Saat akan melaksanakan siraman ada petuah-petuah dan nasehat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam:
Tumpeng robyong
Tumpeng gundul
Nasi asrep-asrepan
Jajan pasar, pisang raja 1 sisir, pisang pulut 1 sisir, 7 macam jenang
Empluk kecil ( wadah dari tanah liat) yang diisi bumbu dapur dan sedikit beras
1 butir telor ayam mentah
Juplak diisi minyak kelapa
1 butir kelapa hijau tanpa sabut
Gula jawa 1 tangkep
1 ekor ayam jantan
Untuk menjaga kesehatan calon pengantin supaya tidak kedinginan maka ditetapkan tujuh orang yang memandikan, tujuh sama dengan pitu ( Jawa ) yang berarti pitulung (Jawa) yang berarti pertolongan. Upacara siraman ini diakhiri oleh juru rias ( pemaes ) dengan memecah kendi dari tanah liat.
Midodareni
Midodareni berasal dari kata dasar widodari ( Jawa ) yang berarti bidadari yaitu putri dari sorga yang sangat cantik dan sangat harum baunya. Midodareni biasanya dilaksanakan antara jam 18.00 sampai dengan jam 24.00 ini disebut juga sebagai malam midodareni, calon penganten tidak boleh tidur.
Saat akan melaksanakan midodaren ada petuah-petuah dan nasehat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam:
Sepasang kembarmayang ( dipasang di kamar pengantin )
Sepasang klemuk ( periuk ) yang diisi dengan bumbu pawon, biji-bijian, empon-empon dan dua helai bangun tulak untuk menutup klemuk tadi
Sepasang kendi yang diisi air suci yang cucuknya ditutup dengan daun dadap srep ( tulang daun/ tangkai daun ), Mayang jambe (buah pinang), daun sirih yang dihias dengan kapur.
Baki yang berisi potongan daun pandan, parutan kencur, laos, jeruk purut, minyak wangi, baki ini ditaruh dibawah tepat tidur supaya ruangan berbau wangi.
Adapun dengan selesainya midodareni saat jam 24.00 calon pengantin dan keluarganya bisa makan hidangan yang terdiri dari :
Nasi gurih
Sepasang ayam yang dimasak lembaran ( ingkung, Jawa )
Sambel pecel, sambel pencok, lalapan
Krecek
Roti tawar, gula jawa
Kopi pahit dan teh pahit
Rujak degan
Dengan lampu juplak minyak kelapa untuk penerangan ( jaman dulu)
Upacara Langkahan
Langkahan berasal dari kata dasar langkah (Jawa) yang berarti lompat, upacara langkahan disini dimaksudkan apabila pengantin menikah mendahului kakaknya yang belum nikah , maka sebelum akad nikah dimulai maka calon pengantin diwajibkan minta izin kepada kakak yang dilangkahi.
Upacara Ijab
Ijab atau ijab kabul adalah pengesahan pernihakan sesuai agama pasangan pengantin. Secara tradisi dalam upacara ini keluarga pengantin perempuan menyerahkan / menikahkan anaknya kepada pengantin pria, dan keluarga pengantin pria menerima pengantin wanita dan disertai dengan penyerahan emas kawin bagi pengantin perempuan. Upacara ijab qobul biasanya dipimpin oleh petugas dari kantor urusan agama sehingga syarat dan rukunnya ijab qobul akan syah menurut syariat agama dan disaksikan oleh pejabat pemerintah atau petugas catatan sipil yang akan mencatat pernikahan mereka di catatan pemerintah.
Upacara Panggih
Panggih ( Jawa ) berarti bertemu, setelah upacara akad nikah selesai baru upacara panggih bisa dilaksanaakan,. Pengantin pria kembali ketempat penantiannya, sedang pengantin putri kembali ke kamar pengantin. Setelah semuanya siap maka upacara panggih dapat segera dimulai.
Untuk melengkapi upacara panggih tersebut sesuai dengan busana gaya Yogyakarta dengan iringan gending Jawa:
1. Gending Bindri untuk mengiringi kedatangan penantin pria
2. Gending Ladrang Pengantin untuk mengiringi upacara panggih mulai dari balangan ( saling melempar ) sirih, wijik ( pengantin putri mencuci kaki pengantin pria ), pecah telor oleh pemaes.
3. Gending Boyong/Gending Puspowarno untuk mengiringi tampa kaya (kacar-kucur), lambang penyerahan nafkah dahar walimah. Setelah dahar walimah selesai, gending itu bunyinya dilemahkan untuk mengiringi datangnya sang besan dan dilanjutkan upacara sungkeman

Tata Rias Pengantin
           
Riasan paes ageng basahan jawa memiliki konsep,seperti berikut:
Cunduk mentul,yaitu bagian riasan yang dikenakan dikepala,tepat di sanggul atas menjulang tinggi,dengan jumlah lima.berbeda dengan paes ageng basahan solo yang lebih banyak yaitu sembilan cunduk mentul.
Gunugan,yaitu hiasan kepala yang berbentuk seperti gunung.Dipakai atau di letakkan di kepala atas.
Genthung,adalah aksesoris kepala berjumlah dua,dengan ukuran yang sedang tidak terlalu kecil dan besar,dipasang disisi kanan dan sisi kiri tepatnya diatas kening.
Citak,yaitu titik tengah selah alis yang berbentuk seperti belah ketupat kecil.
Prada,adalah hiasan kening yang harus diawali dengan melukis atau mengambar,dengan pola besar dibagian tengah dan pola kecil untuk mengapit pola besar yang ditengah.Dengan tambahan warna hitam,Untuk paes ageng basahan solo bisanya memaki prada dengan warna hijau.
Alis Menjagan,khusus hanya untuk rias paes ageng saja,bentuk alis ini bercabang seperti tanduk rusa.
Sumping,yaitu hiasan yang diletakkan di telinga,kanan dan kiri dengan model seperti daun.
Kalung Sungsun,yaitu hiasan berbentuk kalung  dengan susunan tingkatan,atas bawah memiliki tiga susunan.
Kelat bahu,yaitu seperti gelang namun berbeda fungsi,yang pakaikan dibahu pengantin dengan bentuk ukiran naga.
Gelang,juga sebagai aksesoris yang dipakaikan ke tangan pengantin kiri dan kanan dengan model bulan tanpa putus.

Tata Busana Pengantin

Busana pengantin adat Yogyakarta mempunyai beberapa jenis, masing-masing busana pengantin tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda dan digunakan untuk kepentingan yang berbeda-beda pula. Macam-macam busana pengantin adat Yogyakarta tersebut ada lima macam, antara lain: 1) Busana Pengantin Paes Ageng, 2) Busana Pengantin Paes Ageng Jangan Menir, 3) Busana Pengantin Yogya Putri, 4) Busana Pengantin kesatrian Ageng, 5) Busana Pengantin Kesatrian (Yosodipuro dalam Suwarna, 2001: 1).
1.    Busana Pengantin Paes Ageng
Busana Paes Ageng disebut juga dengan busana Basahan. Busana pengantin Paes Ageng dipakai oleh putra-putri Sri Sultan Hamengku Buwana pada perkawinan agung di dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Yosodipuro dalam Suwarna, 2001: 1). Disebut Paes Ageng karena busana tersebut dipakai pada saat perkawinan agung. Busana paes Ageng digunakan untuk perjamuan pada saat upacara Panggih, yaitu upacara bertemunya kedua mempelai. Namun pada masa sekarang busana tersebut biasa dipakai pada saat upacara Panggih sampai upacara Pahargyan (resepsi pengantin), yang bertujuan untuk kepraktisan, pengantin tidak perlu berkali-kali berganti pakaian. 
Pada busana pengantin Paes Ageng pengantin pria mengenakan kuluk atau tutup kepala atau mahkota warna biru, tanpa baju, bercelana cinde, dan sandal selop, kain dodot dua lapis. Pada pending atau ikat pinggang diselipkan keris, hiasan dada berbentuk bulan sabit bertingkat, kalung rantai panjang dan kelat bahu. Sedangkan busana pengantin wanita tatarias rambut sangat khas yaitu rambut sanggul bokor mengkureb dengan gajah ngolig, berhias lima buah cunduk mentul, rajut melati, gelang tangan, danmemakai kelat bahu. Pengantin wanita tidak mengenakan baju tetapi langsung memakai semekan atau penutup dada, hiasan dada berbentuk bulan sabit bertingkat. Busana bawah sama seperti pengantin pria hanya berbeda teknis pengaturannya dan terdapat selendang cinde menjurai ke bawah dari pending atau ikat pinggang (Hamzuri, 1998/1999: 89).

2. Busana Pengantin Paes Ageng Jangan Menir
Busana pengantin Busana Paes Ageng Jangan Menir juga dipakai oleh putra-putri Sri Sultan Hamengku Buwana pada saat perkawinan agung di dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Yosodipuro dalam Suwarna, 2000: 1). Busana Paes Ageng Jangan Menir digunakan untuk upacara boyongan pengantin wanita ke kediaman pengantin pria, yaitu semalam sesudah peresmian (Tedjowarsito & Gresah, 1982: 36). 

Pada masa sekarang ini, busana pengantin Paes Ageng Jangan Menir juga dapat digunakan oleh para pengantin pada umumnya, bukan hanya di kalangan Keraton saja yang mengenakannya. Jadi, pengantin dari kalangan manapun boleh mengenakan busana pengantin Paes Ageng Jangan Menir ini dan dari pihak Keratonpun tidak melarangnya.
Busana pengantin Paes Ageng Jangan Menir menggunakan mahkota berwarna hitam kotak-kotak, memakai jas tutup dan hiasan dada berbentuk bulan sabit bertingkat. Busana bawahnya yaitu bebed dan tidak memakai dodot, tetapi menggunakan kain wiron. Busana wanita, tata rias rambut dan hiasannya yaitu cunduk mentul, memakai baju panjang, hiasan dada berbentuk bulan sabit dan bros. busana bawahnya yaitu kain nyamping wiron dan cinde menjurai ke bawah yang dimulai dari pending (Hamzuri, 1998/1999: 90).

3. Busana Pengantin Yogya Putri
Busana pengantin Yogya Putri biasanya dikenakan pada saat upacara sepasaran atau sepekanan sehingga busana ini dapat disebut juga sebagai busana corak sepasaran. Sepasaran adalah hari ke lima setelah upacara panggih. Pada zaman dahulu busana pengantin Yogya Putri ini dipakai oleh pengantin putra dan putri Dalem pada waktu berkunjung ke Gubernur Belanda. Waktunya antara hari ke-5 dan ke-35. Hari ke-35 setelah upacara panggih disebut dengan selapanan (Suwarna, 2001: 10).

4. Busana Pengantin Kesatrian Ageng
Busana pengantin Kesatrian Ageng biasa dikenakan pada saat upacara pahargyan atau resepsi pernikahan. Busana pengentin Kesatrian ageng bersifat semi-formal. Oleh karena itu, busana ini jarang dikenakan pada saat upacara panggih atau upacara bertemunya kedua mempelai pengantin pria dan wanita. Busana pengantin Kesatrian Ageng juga dikenakan oleh Ngarsadalem dan putra-putri pangeran pada tanggal 20 malam bulan maulud. Karena busana ini selalu dikenakan pada tanggal 20 malam, busana ini juga disebut busana malem selikuran (Suwarna, 2001: 12-13).

5.  Busana Pengantin Kesatrian
Busana pengantin Kesatrian dikenakan pada saat upacara pahargyani atau resepsi pernikahan. Busana pengantin Kesatrian merupakan busana pengantin yang paling sederhana. Meskipun sederhana, namun busana pengantin ini tampak anggun dan berwibawa. Busana pengantin ini bersifat mencerminkan situasi yang santai atau tidak formal. Pada masyarakat umum busana pengantin Kesatrian biasanya juga dikenakan pada saat upacara ngundhuh mantu atau boyongan pengantin (Suwarna, 2001: 14-16). 
Busana pengantin kesatrian pada pengantin pria mengenakan blangkon atau tutup kepala, baju surjan kembangan, kalung panjang dengan bros di dada, jam saku dengan rantai panjang menyilang di perut, bebed wiron, dan sandal selop. Sedangkan pada busana pengantin wanita tata riasnya tidak banyak mengenakan kembang goyang, baju panjang kembang tampak longgar tetapi rapi, kain nyamping semotif dengan yang dikenakan oleh pengantin pria serta mengenakan sandal selop.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perbedaan
Terletak pada tata cara merias dan busana yang dikenakan, sedangkan adat upacara pernikahannya sama
Persamaan
Sama sama memilliki makna yang sama yaitu simbolisasi berserah diri kepada kehendak Tuhan akan perjalanan hidup yang akan datang. Dan adat pernikahannya sama.

B. SARAN
            Sebagai masyarakat Jawa kita harus mempertahankan tradisi pernikahan adat Jawa dengan melaksanakan seluruh rangkaian upacara dan syarat pemakaian busana maupun syarat dalam merias pengantin.
            Sebagai ahli kecantikan, kita wajib melestarikan tradisi yang tak ternilai dalam  merias pengantin yaitu dengan tetap memegang teguh pakem-pakem yang tidak boleh dilanggar.

Comments